BUMI baru saja memperingati jumlah penduduk 7 miliar akhir Oktober kemarin. Apa arti angka itu?
Angka jumlah penduduk bumi mencapai 1 miliar terjadi pada 1804. Satu abad setelah itu, sekitar 1930, jumlah manusia berlipat lagi jadi dua miliar. Sejak itu pertambahan jumlah penduduk mencengangkan. Pada 1987, jumlahnya naik jadi 5 miliar. Dua belas tahun kemudian, pada 1999, naik lagi jadi 6 miliar. Pada Februari 2006, bertambah setengah miliar jadi 6,5 miliar jiwa.
Hanya dalam waktu 5 tahun penduduk bumi sudah mencapai 7 miliar. Menurut Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) DR. Dr. Sugiri Syarief, MPA, angka 7 miliar sepatutnya dimaknai sebagai sebuah sinyal peringatan. “Angka 7 miliar adalah sinyal, kita harus hati-hati,” kata Sugiri ditemui di ruang kerjanya di gedung BKKBN di Jakarta pekan lalu. “Karen bagaimanapun dunia kita tidak bertambah, tapi peduduknya tambah terus.”
Sugiri memberi pemisalan, ibarat bumi adalah sebuah ruangan berisi manusia, ruangan itu terus ditambah manusia. Luas ruang itu tidak bertambah. Saat orang dalam ruangan diberi makanan, maka akan terjadi perebutan makanan. “Pada satu saat, pada titik tertentu ada kemungkinan bumi tidak bisa menampung pertumbuhan manusia yang begitu banyak lagi,” kata Sugiri memperingatkan.
Apa kontribusi Indonesia pada angka 7 miliar penduduk bumi? Indonesia saat ini merupakan penduduk terbesar ke-4 di dunia. Artinya, negeri kita menjadi penyumbang keempat dalam petambahan penduduk dunia. Saat ini, jumlah penduduk Indonesia sekitar 240 juta jiwa dengan laju pertambahan penduduk Indonesia masih terbilang tinggi, mencapai 1,49 persen per tahun. Artinya, dalam setahun penduduk Indonesia bertambah 4 juta jiwa.
“Angka ini jika dibandingkan negara lain ya besar. Pertambahannya saja sama dengan penduduk Singapura. Sampai 2050, kita masih masuk 5 terbesar dalam laju pertambahan penduduk dunia, sesudah Nigeria, Pakistan, India, dan Brasil,” papar Sugiri.
Indeks Pembangunan Manusia Melorot, Apa Solusinya?
Kepala BKKBN DR. Dr. Sugiri Syarif, MPA (Foto:Ade/BI)
Sinyal lain yang juga jadi pertanda persoalan penduduk harus dibenahi adalah laporan survey Indeks Pembangunan Manusia (IPM, Human Development Index) yang dirilis belum lama ini oleh Badan Kependudukan PBB (UNDP). Posisi Indonesia melorot dari posisi 108 menjadi 124 tahun ini.
Sebetulnya, melorotnya angka Indonesia ada alasannya. Yakni, ada negara-negara lain yang baru masuk survey. Sebab, dari indikator IPM Indonesia mengalami peningkatan. Untuk usia harapan Indonesia mengalami kenaikan. Angka harapan hidup kita sekarang 69,9 tahun. Untuk pendapatan perkapita kita naik 181 persen. “Itu hasil yg sangat bagus dibandingkan negara lain,” kata Sugiri.
Indikator yang membuat IPM Indonesia melorot adalah unsur pendidikan. Angka lama sekolah di Indonesia masih dicatat UNDP berjumlah 5,8 tahun. Angka ini berbeda dengan angka terbaru dari Biro Pusat Statistik (BPS) yang menyebut lama pendidikan 7,9 tahun.
“Dari angka lama sekolah kita dianggap lamban untuk menggerakkan penduduk agar tetap bersekolah,” kata Sugiri.
Pemerintah sebetulnya sudah mencanangkan program wajib belajar 9 tahun. Tapi, pada kenyataannya, angka lama sekolah Indonesia belum mencapai angka yang dicanangkan pemerintah. UNDP menyebut 5,8 tahun sedang BPS mengatakan 7,9 tahun.
Apa solusi agar program wajib belajar 9 tahun berhasil? Menurut Sugiri, keberhasilan program pemerintah itu hendaknya tidak bergantung pada pemerintah semata. Diperlukan partisipasi aktif setiap elemen masyarakat.
“Salah satu solusi yang penting, menggerakan semua masyarakat. Karena tidak bisa oleh pemerintah saja agar anak-anak jangan sampai putus sekolah. Masyarakat tinggal tegur kalau ada anak tidak sekolah. Kalau ada tetangga di RT, ada keluarga anaknya tidak sekolah, datangi saja,” jelas Sugiri.
Sebab, jika anak putus sekolah masalah yang timbul karenanya beragam. Jika anak perempuan yang putus sekolah, kecenderungannya segera dinikahkan. Banyak ditemui, lulus SD, saat usia masih 12 tahun sudah dinikahkan. Masalah umur dipalsukan. “Masyarakat harus bergerak untuk mecegah hal ini,” kata Sugiri.
Angka Kepesertaan KB dan Penyuluhan Bagi Remaja
Walau angka pertambahan penduduk masih terbilang tinggi, ada kabar baik soal keluarga berencana (KB). Angka kepesertaan KB penduduk Indonesia sudah tinggi, mencapai 61,4 persen. Indikasinya penggunaan alat kontrasepsi dari 2009 ke 2010 naik. Data yang diungkap BKKBN menyebutkan penggunaan kondom naik 25 persen, MOW (metode operasi wanita) naik 15 persen, MOP (metode operasi pria) naik 79 persen, serta penggunaan IUD (intraurine device) naik 44 persen.
Dibanding Malaysia (36 persen), angka kepesertaan KB kita jauh di atas.
Namun, angka fertilitas Malaysia kecil. Sebab, di sana ada faktor soal-budaya yang mendorong berperilaku fertilitas rendah. Dari sini bisa kelihatan, fertilitas sangat berkaitan dengan pendidikan dan kesejahteraan.
“Semakin tinggi pendidikan biasanya anaknya sedikit. Semakin rendah kesejahteraannya, anaknya banyak,” jelas Sugiri.
Untuk itu diperlukan lebih banyak penyuluhan bagi masyarakat dari berbagai lapisan. BKKBN memiliki program penyuluhan bagi remaja yang dinamai Pusat Informasi dan Konseling (PIK) Remaja. BKKBN menargetkan di setiap sekolah dan universitas, baik negeri atau swasta, terdapat PIK. Sekarang jumlah PIK mendekati 6000. PIK Remaja tidak memilih para orangtua untuk menjadi penyuluh bagi remaja, melainkan memilih remaja menjadi konselor bagi sebayanya.
Cara ini dianggap lebih efektif. “Kami mendidik remaja, dan lalu dia yang menjelaskan ke anak SMA yang lain. Konselornya juga remaja. Supaya tidak ada gap psikologis,” kata Sugiri.
Salah satu program BKKBN bagi remaja adalah Penyiapan Kehidupan Keluarga bagi Remaja (PKbR). Program ini betujuan agar remaja lebih siap saa memasuki kehidupan keluarga. Program ini ingin menyadarkan bahwa membentuk keuarga tidak semata didasari cinta antara pasangan.
Peresmian Pusat Informasi dan Konseling Mahasiswa oleh Kepala BKKBN.
“Fungsi keluarga ada fungsi perlindungan. Karena keluarga itu di mana kita bisa pulang ke rumah merasa kenyamanan tersendiri. Seusai pulang kerja langsung ke rumah. Begitupun anak-anak, pulang main pasti ingin pulang karena merasa di rumah dilindungi, merasanyaman. Karena anak-anak merasa nyaman pulang ke rumah. Kalau dia merasa tidak nyaman, ke mana dia pulang ya ke kelompoknya. Kalau kelompoknya pengguna narkoba, ya dia kena narkoba,” urai Sugiri.
Program penyuluhan bagi remaja juga mencegah kehamilan tak diinginkan pada remaja. “Kalau sampai terjadi, biasanya aborsi. Aborsi di sini ilegal, tempat aborsi ilegal itu tidak save. Risikonya bisa mati waktu diaborsi,” jelas Sugiri lagi.
Semua program BKKBN betujuan agar target laju pertumbuhan penduduk 1 persen pada 2015 tercapai. Kepesertaan KB ditargetkan naik dari 61,4 persen saat ini menjadi 61,7 persen pada 2015. Tahun depan ada survey demografi. “Pada survey demografi 2007, fertilitas kita 2,6. Kalau pada surveydemografi 2012 angka fertilitas kita 2,3, saya bisa jamin pada 2015 fertilitas kita jadi 2,1. Tren itu akan kita pelihara sampai 2015,” papar Sugiri.
[Hangat-News]