Ketahuan Busuknya! Semua Pendukung Jokowi Kabur
Written By Jerat News on Jumat, 15 Agustus 2014 | 14.43
JNEWS – Popularitas Joko Widodo sejak digenjot habis – habisan oleh
mayoritas media massa nasional memang menduduki peringkat atas.
Pencapaian itu wajar mengingat sumber daya yang dihabiskan untuk
menjadikan Jokowi seperti sosok yang kita kenal sekarang, mencapai
triliunan rupiah.
Sudah lama terbukti popularitas Jokowi tidak alami, bukan disebabkan
media darling seperti awalnya diklaim sementara pihak. Pencitraan dan
popularitas Jokowi adalah hasil rekayasa atau ciptaan sekelompok orang
yang berada di balik Jokowi dan bermaksud menjadikan Jokowi sebagai
calon presiden boneka. Maksudnya, Jokowi yang secara karaktek,
integritas dan kapabilitasnya tidak memadai untuk jabatan sepenting
presiden, mereka paksakan agar dapat dukungan dari semua lapisan
masyarakat luas untuk dipilih menjadi presiden Indonesia periode 2014 –
2019.
Kelompok yang berada di balik Jokowi dan menjadi “dalang” atau
“sutradara” semua rekayasa pencitraan, popularitas dan elektabilitas
Jokowi dapat digambarkan sebagai berikut :
Tokoh Penemu dan pembina :
Kehadiran Jokowi sekarang di tengah – tengah blantika politik nasional
tak lepas dari peran sentral dua tokoh militer Indonesia, yakni : AM
Hendropriyono, mantan Kepala BIN (Badan Intelijen Negara) saat Presiden
Megawati dan Luhut Binsar Panjaitan, mantan Danpussenif TNI, pernah jadi
menteri perindustrian era Presiden Abdurahman Wahid (1999 – 2001).
Hendropriyono mengenal dekat Jokowi pada tahun 2005 karena aktivitas
operasi intelijennya di Kota Solo yang meskipun ia sudah tidak lagi
menjabat sebagai Kepala BIN, namun Hendropriyono masih terus merekayasa
muncul tumbuh, dan berkembangnya gerakan terorisme di Indonesia,
terutama di Kota Solo yang sudah diproklamirkannya sebagai pusat
terorisme di Indonesia kepada negara – negara asing terutama Amerika
Serikat.
Keputusan Hendopriyono cs menetapkan Kota Solo sebagai basis gerakan
terorisme dengan pesantren Ngruki dan ustad Abubakar Baasyir sebagai
ikonnya, mengharuskan Hendopriyono bertemu, menjalin hubungan dan
bekerja erat dengan walikota Solo ketika itu, Joko Widodo untuk
mendapatkan dukungan terhadap operasi inteljen ilegalnya tersebut.
Hubungan erat Hendropriyono kemudian berkembang dengan bergabungnya
Jenderak Luhut Binsar Panjaitan, yang bersama – sama Hendropriyono
adalah merupakan kader utama Benny Moerdani.
Pada tahun 2008 Luhut Panjaitan dan Joko Widodo mendirikan perusahaan
bersama yang diberi nama PT Rakabu Sejahtra, diambil dari nama PT Rakabu
Furniture (milik Jokowi) dan PT Toba Sejahtra (milik Luhut Panjaitan),
masing – masing dicantumkan setor modal Rp 15.5 miliar (Luhut 49%) dan
Rp (Jokowi 51%).
Perusahaan Luhut dan Jokowi itu bergerak di bidang manufaktur dan
ekspor meubel, dan fakta ini sungguh mengherankan karena PT Toba
Sejahtera bisnis utamanya adalah pertambangan dan energi.
Padahal Jokowi saat itu adalah Walikota Solo dan tidak mungkin
leluasa berbisnis atau mengelola perusahaan meubelnya. Sedangkan anaknya
Gilang Rakabuming saat itu masih kuliah di luar negeri.
Jadi, timbul pertanyaan besar, apa maksud dan tujuan Luhut dah Jokowi
membuat perusahaan bersama pada 2008 lalu? Apakah kebetulan belaka
terjadinya musibah kebakaran pada pabrik dan gudang PT Rakabu Sejahtra
pada Juni dan September 2012 lalu, atau bersamaan kejadiannya dengan
saat dilangsungkannya pilkada DKI Jakarta?
Sejalan dengan rencana Luhut dan Hendro menjadikan Jokowi sebagai
presiden boneka, Jokowi dibawa, diperkenalkan dan turut dibina
selanjutnya oleh James Riady, Edward dan Edwin Suryajaya, Popo dan Edi
Suriatmadja serta jaringan konglomerat cina Indonesia lainnya.
James Riady, anak Muchtar Riady mantan Direktur Utama Bank BCA dan
pemilik Lippo Grup serta jaringan media PT First Media Grup. Melalui
James Riady, rencana besar menjadikan Jokowi sebagai presiden boneka
semakin mulus. James Riady pernah disebut sebagai The Most Dangerous Man
In The World atau Manusia yang paling berbahaya di dunia.
Julukan itu bukan tanpa dasar, mengingat James Riady berdasarkan laporan
investigasi lembaga otoritas AS adalah seorang agen intelijen China.
Fakta ini banyak tercantum dalam laporan Tim Investigasi Kongreas, CIA,
FBI dan lainnya terkait dengan terungkapnya Skandal Donasi Uang Haram
untuk kampanye dan pemenangan capres Bill Clinton pada tahun 1996 lalu.
Skandal sumbangan ilegal dari Lippo Grup, komunitas dan pemerintah China
untuk kampanye capres Bill Clinton itu dikenal dengan sebutan
“Lippogate”.
Meski pemerintah AS Cq Dept Kehakiman telah menyatakan James Riady, John
Huang dan kelompok James Riady bersalah serta dihukum denda US$ 8.6
juta plus dilarang dua tahun masuk ke AS, di mata Bill Clinton, Presiden
AS saat itu, James Riady adalah seorang pahlawan. James Riady tidak
hanya sekedar PAHLAWAN di mata Bill Clinton, tetapi juga adalah seorang
sahabat terbaik yang pernah dimilikinya.
James Riady sampai hari ini adalah teman terbaik Bill Clinton dan
merupakan anggota paguyuban elit AS, “Arkansas Connection”. Sebagian
anggota Arkansas Connection mengisi kabinet, gedung putih dan jabatan
strategis termasuk pada masa Presiden Obama berkuasa sekarang ini.
Hillary Clinton, John Kerry, dan Rahm Emmanuel adalah sebagian dari
anggota Arkansas Connection yang menjabat anggota kabinet Obama dan
Kepala Staf Gedung Putih.
Terlibatnya James Riady dalam membantu terwujudnya rencana besar Luhut
dan Hendropriono merekayasa Jokowi sebagai presiden boneka Indonesia,
serta merta melibatkan konsultan politik nomor wahid dunia, Stanley
Bernhard Greenberg, khususnya sebagai sutradara dalam menyusun strategi
dan skenario untuk melambungkan popularitas dan elektabilitas Jokowi.
Greenberg adalah ahli strategi politik terkemuka pemilik, pendiri dan
CEO Greenberg Quinlan Rosner, sebuah konsultan yang sukses mengantar 11
tokoh menjadi presiden, perdana menteri atau kanselir, serta ratusan
gubernur, senator dan anggota kongres di Amerika Serikat.
Sejak Greenberg mundur dari timses Jokowi, tidak ada lagi support dalam
pembuatan skenario, penggalangan jaringan media dan selebriti
internasional dalam rangka mendukung pencitraan Jokowi. Tidak ada lagi
rangkaian kegiatan Jokowi secara sistematis, masif dan kontiniu untuk
mempertahankan dan memperbesar simpati publik terhadap Jokowi.
Mundurnya James Riady dan Stanley Bernard Greenberg disebabkan oleh
campur tangan Paus Fransiscus yang meminta Presiden Barack Obama untuk
bersikap netral dan membuka akses elit Katolik Indonesia terhadap
Jokowi.
Intervensi Bapa Suci ini membawa pengaruh sangat besar terhadap
konstelasi politik di Indonesia terutama pada Jokowi. Kelompok kristen
yang sejak awal menjadi pendukung utama, militan dan loyal terhadap
Jokowi, mendadak mundur seiring dengan masuknya elit dan pendukung
Katolik.
Penetrasi Katolik menjadi ring satu Jokowi, menyebabkan bantuan uang,
jaringan dan media kristen menyusut drastis. Diperburuk dengan
dihentikannya aliran
dana
pencitraan dan pemenangan untuk Jokowi dari sejumlah konglomerat
terbesar di Indonesia, yang sebelumnya selalu mengalirkan uang tanpa
batas untuk Jokowi, seperti Bank BCA dan Djarum Grup (keluarga Robert
Budi Hartono), Salim dan Bank Mega Grup (keluarga Antoni Salim), Arta
Graha Grup (Tommy Winata, Aguan Cs), ormas – ormas Tionghoa Indonesia,
dan lain – lain.
Akibatnya, dana pencitraan dan kampanye pilpres seret, jaringan
pendukung dan media terbatas (Metro Tv Grup, Kompas Grup, Tempo Grup,
Jawa Pos Grup). Sebelumnya, sekitar 80% media nasional mendukung Jokowi.
Anjloknya elektabilitas Jokowi juga sangat dipengaruhi oleh konflik
internal PDIP. Faksi Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Kelompok
alumni Partai Komunis China (PKC), Kelompok kader ‘kost – kostan’ (kader
lompar pagar dan oportunis pragmatis) dan unsur komunis di PDIP
bertarung hebat dengan Faksi Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai
Murba (Marhenis) dan Partai Katolik Indonesia. Ketua Umum PDIP Megawati
SP serta kedua anaknya, Puan Maharani dan Prananda Prabowo berpihak ke
faksi Nasionalis.
Megawati, keluarganya, trah Soekarno dan faksi Nasionalis Marhaenis
terkesan tidak mendukung Jokowi secara penuh atau all out. Dukungan yang
diberikan mereka kepada capres Jokowi hanya setengah hati, mengingat
jika Jokowi menang dan jadi presiden, sama saja dengan ‘bunuh diri’ atau
memberi kesempatan emas bagi faksi kristen dan katolik untuk merebut
kursi ketua umum PDIP, sekaligus menghabisi dinasti Bung Karno di partai
itu.
Bahkan belum usai pilpres dan Jokowi belum pasti dilantik sebagai
presiden, tekanan dan desakan faksi Parkindo cs untuk kongres luar biasa
/ dipercepat (akhir tahun 2014) sudah ditujukan kepada Megawati, Puan
dan Nanan (Prananda), yang dimotori oleh Maruarar Sirait cs (anak Sabam
Sirait, tokoh senior Parkindo). Di belakang Maruarar ada James Riady cs
dan sejumlah pengusaha pribumi, di antaranya kelompok Jenggala (Arifin
Panigoro cs).
Pertikaian sengit antar faksi di internal PDIP menyebabkan dukungan
terhadap pencapresan dan kampanye pilpres untuk Jokowi menjadi tidak
solid dan minimal.
Faktor tersebut di atas sangat berdampak pada penurunan elektabilitas Jokowi.
Faktor lain adalah terkait dengan pribadi Jokowi sendiri, yakni semakin
terbongkarnya karakter asli Jokowi : serakah, khianat, gemar berbohong,
ingkar janji, korup, banyak muka, tidak loyal, munafik dan licik. Di
disamping itu, terungkap bahwa Jokowi adalah sosok pemimpin yang lemah
dan tidak kredibel.
Kian hari semakin banyak rakyat yang tahu tentang karakter asli dan
integritas Jokowi. Dari catatan selama setahun terakhir seputar Jokowi,
dapat disampaikan diantaranya sebagai berikut : Jokowi gagal membuktikan
kinerja dan prestasi baik selama memimpin Jakarta. Pertumbuhan ekonomi
anjlok menjadi 6.11% dari sebelumnya 6.77%. Warga miskin DKI Jakarta
bertambah lebih 4% dari 330.000 jiwa 347.000 jiwa. Serapan APBD terendah
se – Indonesia hanya 67% saja. Korupsi meningkat sangat tajam yakni
800% dari 3 kasus menjadi 24 kasus korupsi selama setahun terakhir
Jokowi jadi Gubernur DKI Jakarta.
Jokowi gagal memenuhi janji – janjinya selama kampanye pilkada DKI
Jakarta. Sekitar 60an janji besar Jokowi gagal dipenuhinya. Warga
Jakarta makin mendesak Jokowi untuk berhenti jadi capres agar dapat
memenuhi janji – janji itu.
Jokowi ternyata pemimpin yang korup. Baru 1 tahun lebih menjadi
gubernur, Jokowi sudah terindikasi KKN pada sejumlah proyek APBD dan Non
APBD : Proyek Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar, Proyek
Sumur Resapan, Proyek Bus Trans Jakarta dan Reguler, Proyek Monorel dan
MRT, Proyek ERP dan lain – lain.
Perilaku korup Jokowi itu, semakin menegaskan bahwa Jokowi juga
korupsi sewaktu menjadi walikota Solo. Dia menutupi latar belakang,
integritas dan kinerjanya selama jadi walikota Solo. Sedikitnya,
terdapat beberapa temuan korupsi Jokowi di Solo, antara lain : pada
pelepasan aset Pemkot Solo Hotel Maliyawan, proyek pengadaan videotron
Manahan, proyek renovasi THR Sriwedari, proyek renovasi Pasar Klithikan,
penyimpangan dana hibah KONI Solo, program BPMKS, pengadaan mobil dinas
ESEMKA dan lain – lain.
Khusus untuk korupsi pengadaan Bus Trans Jakarta dan Bus Reguler yang
diduga melibatkan Jokowi selaku Gubernur DKI Jakarta, penyidik
kejaksaaan telah menetapkan tiga pejabat Dishub DKI Jakarta sebagai
tersangka dan satu pejabat BPPT juga tersangka. Hanya karena Jokowi
sedang menjadi capres, penyidik tidak dapat meneruskan proses hukum
terhadap Jokowi karena dapat dianggap bermotif politis dan menggagalkan
pilpres 2014 yang sedang berlangsung. Karakter dan moral Jokowi yang
culas dan curang. Dia tidak sungkan memfitnah pihak – pihak yang
mengungkap kebusukannya atau pelanggaran hukumnya. DPRD DKI Jakarta yang
bermaksud melakukan interpelasi atas pelanggaran hukum Jokowi pada
penerbitan Pergub mengenai jaminan kesehatan warga DKI yang melanggar
Perda dan merugikan warga miskin, difitnah Jokowi dengan tuduhan DPRD
dendam, benci, sentimen pada dirinya dan bermaksud menjatuhkannya.
Jokowi tanpa malu dan sungkan menggunakan bocoran soal dan materi
debat capres hasil pembocoran anggota KPU Hadar Nafis Gumay kepada
Trimedya Panjaitan, sehari sebelum debat capres dimulai (8/6/14).
Perilaku curang dan culas Jokowi juga terbukti ketika dia menolak mengakui tulisan Romo Benny berjudul “Revolusi Mental”,
sebagai
sumber tulisannya. Padahal terbukti menjiplak 100% tulisan sang Romo
hingga titik komanya ! Jokowi seorang plagiator pelanggar hukum dan UU
Hak Cipta Kekayaan Intelektual !
Sebaliknya, untuk Jokowi jongos mereka, dibikinkan sebuah film Jokowi
sebagai tokoh sempurna / ideal padahal faktanya berbeda 180 derajat.
Karakter khinat Jokowi kini sudah jadi pengetahuan publik. Mulai dari
pengkhianatannya terhadapPrabowo Subianto (pendukung dan sponsor utama
Jokowi jadi gubernur Jakarta), pengkhianatanterhadap Megawati dengan
berbagai cara (pembuatan dan pemutaran film Soekarno yang menjatuhkan
martabat dan kehormatan Bung Karno, menggalang kader PDIP untuk melawan
dan menjatuhkan Megawati, melecehkan Megawati dengan pernyataan –
pernyataannya yang negatif/miring dan seterusnya).
Pembuatan film berjudul “Soekarno” yang ternyata tujuannya hanya
untuk menistakan kehormatan Bung Karno, sengaja menfitnah proklamator
Bung Karno sebagai playboy mata keranjang, telah direncanakan sejak lama
oleh majikan – majikan Jokowi untuk senjata menyerang Megawati
Soekarnoputri dalam rangka menjatuhkannya dari Ketum PDIP. Rencana keji
busuk itu ketahuan publik.
Semua rekayasa aseng – asing – antek yang menjadi bos besar dari Joko
Widodo untuk mencuci otak rakyat RI melalui kedua film murahan itu
terungkap dan dikecam rakyat banyak. Rekayasa pemalsuan mengenai latar
belakang dan jati diri Jokowi untuk mengelabui rakyat Indonesia makin
terungkap. Kebohongan Jokowi mengenai nama orang tuanya, daerah
kelahirannya dan asal usulnya mengundang curiga dan tanda tanya.
Publikasi Buku Nikah Joko Widodo – Irana yang pernah dipublikasikan
media massa sehubungan dengan banyaknya pertanyaan rakyat tentang siapa
Jokowi sebenarnya, juga sudah dinyatakan pihak berwenang sebagai Buku
Nikah palsu !
Hasil investigasi, ternyata Jokowi lahir di Jenggrik, Wonorejo,
Karanganyar. Ibunya bernama asli sudjiatmi berasal dari Kelurahan
Giriroto, Boyolali, sekitar 12 kilometer dari Surakarta yang dikenal
basis utama PKI di Jawa Tengah pada tahun 1960 – 1980an.
Apakah ada hubungan antara daerah asal ibu kandung Jokowi yang merupakan
basis PKI Jateng, dengan pemalsuan latar belakang kehidupan Jokowi,
termasuk tentang nama asli ayah kandung Jokowi, yang sebenarnya bernama
Widjiatno diubah menjadi Noto Nitihardjo ?
Ayah Jokowi bernama Widjiatno dan Ibunya bernama Sudjiatmi berasal
berasal dari desa Giroroto, Boyolali, sekitar 12 kilometer dari Solo dan
Klaten, yang dikenal dengan nama daerah segitiga Solo – Boyolali –
Klaten. Sejarahwan menyebut daerah itu sebagai pusat atau basis gerakan
Partai Komunis Indonesia (PKI) di era 1960an. Apakah ini sebabnya Jokowi
selalu rahasiakan asal usul kedua orang tuanya ?
Mengapa Joko Widodo selalu mengaburkan dan berbohong mengenai tempat
kelahiran, alamat rumah tinggalnya yang pertama, berbohong tentang nama
asli ayahnya, menutupi – nutupi masa lalu ayahnya dengan selalu
mengatakan ayahnya ‘Noto Nitihardjo’ telah meninggal sejak Jokowi kecil?
Rahasia besar apa yang tersembunyi dan disembunyikan Jokowi dan tim
suksesnya sehubungan dengan jati diri, riwayat hidup dan fakta – fakta
almarhum Noto Nitihardjo alias Widjiatno (nama sebenarnya)?
Untuk kepastian hukum dan jaminan terhadap keamanan nasional negara,
cermin kejujuran dan mencegah penyusupan tokoh – tokoh komunis, kader
dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) ke posisi pemerintahaan
tertinggi di Republik Indonesia yang Pancasilais agamis, serta untuk
menjawab pertanyaan dan menghapus kecurigaan mayoritas rakyat Indonesia,
pemerintah seharusnya segera melakukan penyidikan dan penelitian
mengenai siapa sesungguhnya Joko Widodo bin Widjiatno alias Noto
Nitihardjo ini.
Kesaksian dari tokoh – tokoh masyarakat Tirtoyo, Manahan, Banjarsari,
Surakarta (Solo) harus segera diperoleh pihak berwajib : BIN, BAIS atau
Polri. Misalnya, meminta keterangan dari Bapak Wijono warga RT 03/014
atau Bapak Margono ketua RW 014 Manahan, Solo yang tahu persis informasi
tentang Joko Widodo, ayah dan ibunya serta sejarah kehidupan mereka.
Faktor – faktor di atas adalah sebagian dari penyebab anjloknya
popularitas dan elektabilitas capres Jokowi. Perhitungan survey jajak
pendapat terhadap kedua pasangan capres – cawapres terakhir, menunjukan
dukungan rakyat terhadap Jokowi telah merosot tajam menjadi hanya
sekitar 34%, dibandingkan dengan Prabowo – Hatta yang terus menanjak
naik hingga mencapai 66% dan akan terus naik sejalan dengan semakin
tersebarnya fakta – fakta seputar Jokowi.
Faktor cawapres Jusuf Kalla yang sempat dituding sebagai penyumbat
elektabilitas Jokowi, tidak begitu besar. Meski demikian, cawapres JK
dinilai sudah terlalu tua menjadi wapres mengingat usianya sudah 73
tahun dan pada tahun 2019 insya Allah berusia 78 tahun.
Kebusukan pasangan Capres – cawapres Jokowi dan rencana jahat para
asing aseng antek di balik Jokowi – JK yang sudah terbongkar dan
diketahui seluruh rakyat Indonesia menyebabkan popularitas Jokowi – JK
anjlok drastis, terus menurun hingga akhirnya ke titik nadir.
Sumber: yudisamara.org
[Hangat-News]