Sampai kapan batu akik bertahan?
Di Puspa Agro, Taman, juga ada bursa batu akik nusantara. Pesertanya pedagang akik dari berbagai kota di Indonesia. "Lumayan ramai. Warung saya jadi ikut ramai," kata mbak Sri, pemilik warung jus buah langganan saya di pasar induk milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur itu.
Ini baru bursa atau pameran batu akik yang resmi dan besar. Di pinggir jalan kita bisa dengan mudah menemukan perajin dan pedagang batu akik. Makin malam makin ramai.
Di Surabaya tentu lebih heboh lagi demam akik itu. Sampai-sampai Pemkot Surabaya membuka sentra batu akik di Bratang. Saya senang melihat demam batu akik di masyarakat meskipun tidak berselera sedikit pun membeli akik. Apalagi mengenakan sebagai mata cincin.
Saya hanya menggumam, sampai kapan kegandrungan pada batu akik ini bertahan? Pelawak Kadir yang ikut memeriahkan pameran batu akik di Tanggulangin pun tak bisa memastikan. "Kalau bisa sih akik ini bisa tahan lama. Jangan kayak ikan louhan dulu. Booming sebentar kemudian habis," katanya.
Gus Kholik dari Tulangan malah yakin gebyar batu mulia ini tak akan bernasib seperti si louhan itu. Alasannya, batu akik ini sejak dulu sudah menjadi bagian dari budaya leluhur. Tak hanya hiasan, tapi juga agem-ageman. Ada isinya, kata kiai yang juga paranormal itu.
"Insya Allah, saya akan keliling ke 18 kecamatan di Sidoarjo untuk bikin pameran batu akik," kata Gus Kholik.
Saya sendiri sih melihat demam batu akik ini sebagai tren biasa. Semacam mode atau lagu pop yang selalu ada siklusnya. Sehebat apa pun fashion tertentu, musik pop dengan artis yang albumnya meledak di pasaran (istilah lawas), akan datang saatnya rasa jenuh itu. Saat ini pun orang sudah mbelenger dengan batu akik.
[Hangat-News]
0 komentar:
Posting Komentar