Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?
Iklan
Kunjungi Sponsor Kami
Terimakasih
Semoga Artikel Bisa Bermanfaat
[x]

Fu Long Swie Pencipta Ling Tien Kung

Written By admin on Rabu, 04 November 2015 | 14.31

Fu Long Swie Pencipta Ling Tien Kung



Suasana di Lapangan Futsal Ole-Ole, Jalan Raya Ngagel, kemarin (25/10/2010), lebih meriah dari biasanya. Puluhan orang dengan serius melakukan gerakan empet-empet anus ala Ling Tien Kung seperti biasanya. Namun, usai senam, para peserta bertepuk tangan dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun.

Yang berbahagia hari itu ternyata Fu Long Swie. Penemu senam terapi Ling Tien Kung ini genap berusia 75 tahun. “Terima kasih! Terima kasih! Semoga bapak-bapak dan ibu-ibu juga tetap sehat dan berumur panjang,” ujar Fu Long Swie sambil terseyum lebar.

Melihat penampilan fisiknya, kebanyakan orang tak percaya kalau mantan atlet lari 100 meter dan lompat jauh pada era 1960-an ini sudah berusia 75 tahun. Gerakan-gerakannya masih lincah. Suaranya tegas dan keras. Fu tak segan-segan memarahi peserta yang kurang serius melakukan gerakan-gerakan Ling Tien Kung.

“Percuma Anda datang ke sini kalau tidak serius. Empet-empet anus yang benar. Badan saudara supaya jangan dimanja. Kalau kalian mau sehat, kalian harus melakukan gerakan-gerakan dengan benar,” tegas Fu Long Swie yang akrab disapa Laoshi alias guru ini.

Di usia kepala tujuh, gigi-gigi Fu Laoshi juga masih utuh. Bahkan, secara bercanda, dia kerap menantang peserta yang masih berusia 30-an tahun untuk lomba lari. Tentu saja, tak ada yang berani melawan mantan atlet juara nasional yang tetap awat muda itu.

“Sekarang ini saya merasa jauh lebih muda dari usia saya yang sudah 75 tahun,” kata Fu Long Swie kepada saya.

Apa rahasianya? “Rahasinya karena saya bisa meremajakan diri. Saya menemukan rahasia awet muda itu dengan Ling Tien Kung. Itu merupakan penemuan yang saya sendiri pun hampir tidak percaya,” katanya serius.

Kemarin, usai memimpin latihan Ling Tien Kung di Jalan Ngagel, Fu Long Swie langsung berangkat ke Kediri dan Tulungagung. Di sana ratusan praktisi Ling Tien Kung sudah menunggu kedatangannya. Fu akan memimpin langsung latihan bersama di dua kota itu, menyampaikan filosofi, visi-misi Ling Tien Kung, sambil mengoreksi gerakan-gerakan yang dianggap kurang pas.

“Saya juga akan mewisuda 40 instruktur Ling Tien Kung di Tulungagung. Jadi, saya ini nggak pernah nganggur di rumah. Ada saja undangan baik dari dalam kota, luar kota, bahkan luar Jawa,” ujar sang guru yang hobi membaca buku-buku klasik Tiongkok itu.

Fu mengaku bersyukur karena Ling Tien Kung ini berkembang pesat meski baru diperkenalkan pada 2005. Ribuan orang mempraktikkannya setiap hari baik secara berkelompok maupun sendiri-sendiri di rumah. Di Surabaya saja ada sedikitnya 50 titik yang menyelenggarakan Ling Tien Kung.

“Saya selalu bilang kalau Ling Tien Kung ini bukan senam, tapi terapi penyembuhan,” tegas Fu.

Fu Long Swie sangat bersyukur karena Ling Tien Kung ini berkembang pesat meski baru diperkenalkan pada 2005. Gerakan-gerakan terapi kesehatan ini pun diminati di luar Pulau Jawa.

KINI, setelah lima tahun, ribuan orang mempraktikkan Lien Tien Kung setiap hari baik secara berkelompok maupun sendiri-sendiri di rumah. Di Surabaya saja ada sedikitnya 50 titik yang menyelenggarakan Ling Tien Kung.

“Saya selalu bilang kalau Ling Tien Kung ini bukan senam, tapi terapi penyembuhan,” tegas Fu Long Swie. “Kalau Anda rajin mengikuti gerakan-gerakan Ling Tien Kung, maka Anda akan mendapatkan begitu banyak manfaat bagi kesehatan Anda. Saya sendiri membuktikannya,” tambah pria yang suka humor, tapi 'sangat keras' di depan peserta Ling Tien Kung ini.

Bagaimana bekas sprinter nasional pada era 1950-an dan 1960-an ini bisa menciptakan gerakan-gerakan terapi fisik yang kemudian dikenal sebagai Ling Tien Kung? Menurut Fu, proses cukup panjang dan melelahkan. Dus, bukan meniru gerakan-gerakan yang sudah ada atau mendapat semacam wangsit dari atas.

“Saya mencari, mencari, dan mencari selama kira-kira 20 tahun. Barulah saya dapatkan suatu solusi yang kompleks dan abstrak, tapi sangat logis,” tegasnya.

Selama 20 tahun itu, kakek 10 cucu dan ayah lima anak ini menghabiskan masa senjanya dengan membaca buku-buku tentang metode pengobatan kuno ala Tiongkok, anatomi tubuh manusia, hingga buku-buku teks kedokteran. Kebetulan Fu Laoshi ini memang sangat paham bahasa Tionghoa.

Nah, salah satu buku yang menginspirasi Fu adalah buku Tao De Ching, sebuah kitab klasik Tiongkok. Dalam salah satu bab buku tersebut dijelaskan bahwa tubuh manusia sebenarnya punya energi yang tidak bisa habis dan terus memperbarui diri. Sifat energi itu tidak berbentuk. “Yah, seperti halnya nyawa yang terus menggerakkan jantung,” jelas Fu.

Dia mengibaratkan sumber energi itu dengan aki (accu) yang menggerakkan mobil. Sebagus apa pun mobilnya, jika akinya lemah, apalagi mati, maka mobil tersebut tidak bisa digunakan. ‘Aki’ itulah yang menyuplai energi ke seluruh tubuh manusia sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

“Nah, aki di dalam tubuh kita terus mengendur karena usia yang makin tua. Nah, supaya setrumnya tetap kencang, ya, harus di-charge. Caranya, ya, dengan metode Ling Tien Kung,” papar suami Elia Bestari itu.


Masih merujuk pada aki (accu), Fu Long Swie engatakan, energi yang tersimpan di dalam tubuh manusia didapat dari kutub positif dan negatif. Jika ‘aki alami’ itu dicas, maka tubuh secara otomatis meremajakan dirinya.

SALAH satu temuan penting Fu Long Swie, yang selama diceramahkan di depan peserta pelatihan Ling Tien Kung di mana pun, adalah letak kutub negatif (katoda) dan positif (anoda) dalam tubuh manusia. Menurut Fu, kutub positif manusia terdapat pada anus. Sedangkan kutub negatif terletak di pusar.

Otot-otot di sekitar anus memegang peran penting sebagai pengikat energi bidang kontak kutub tersebut. “Semakin tua, otot-otot itu bakal mengendur. Apalagi, jika kita tidak pernah melatih organ tersebut,” jelas Fu yang berusia 75 tahun ini.

Akibat lemahnya otot itu, energi yang dibutuhkan manusia untuk menjalankan semua fungsi organ menjadi drop. Makin tua usia manusia, energi kehidupan tersebut terus melemah. Dari situlah sistem kekebalan tubuh mulai terganggu. Terjadilah efek domino berupa masuknya berbagai penyakit. Sebab, kerja organ tubuh memang tidak sesempurna ketika orang masih berusia muda.

“Orang-orang yang tua itu dapat bonus macam-macam penyakit, mulai reumatik, pegal linu, darah tinggi, jantung, kolesterol, ginjal, dan sebagainya. Tubuh jadi rentan penyakit. Wong dia punya aki sudah nggak ada setrum. Gak ada ampere,” tegas mantan juara nasional lari 100 meter pada era 1960-an itu.

Berdasar analogi setrum aki itu, Fu Laoshi kemudian menciptakan teknik melatih otot-otot anus yang diberi nama Ling Tien Kung. Ling berarti nol, tien titik, dan kung ilmu. Jadi, Ling Tien Kung ini sering juga disebut ‘ilmu titik nol’. Salah satu buku klasik Tiongkok, Tao De Ching, menyenutkan bahwa tubuh manusia punya sumber energi yang tak pernah padam. Kualitas darah, sirkulasi darah, pun bisa diperbaiki dengan metode latihan yang baik dan benar.

“Energi itulah yang kita oleh, kita cas, agar metabolisme di dalam tubuh kita bisa tetap bekerja dengan baik,” ujar Fu yang masih terlihat gagah di usia mendekati kepala delapan ini.

Fu Long Swie menggunakan tubuhnya sendiri sebagai ‘kelinci percobaan’. Pada 1985 Fu menderita sakit parah. Kondisi fisiknya drop, loyo, sehingga dia tak bisa bepergian ke mana-mana.

Nah, berbekal referensi yang sudah dibaca sebelumnya, Fu mengembangkan teknik latihan sederhana yang dia sebut empet-empet anus. Seperti orang berusaha menahan BAB (buang air besar) dalam waktu lama. Teknik ini dilakukan dalam beberapa macam gerakan.
“Metodenya saya kembangkan dan akhirnya sempurna tahun 2003. Tapi saya mulai memperkenalkan kepada orang banyak tahun 2005,” papar Fu seraya tersenyum.

[Hangat-News]

0 komentar:

Posting Komentar