Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?
Iklan
Kunjungi Sponsor Kami
Terimakasih
Semoga Artikel Bisa Bermanfaat
[x]

Efek Sinar Matahari

Written By admin on Jumat, 05 April 2013 | 10.31

Sinar matahari merupakan salah satu sumber vitamin D terbesar yang tak dapat ditandingi suplemen apapun. Tapi ternyata di dunia ini ada orang-orang yang alergi terhadap sinar matahari. Salah satunya gadis asal AS bernama Chelsey Madore ini.

Beberapa menit di bawah sinar matahari sudah cukup membuat leher, dada, lengan dan tangan Chelsey dipenuhi oleh bintik-bintik merah yang gatal. Terkadang Chelsey juga dibuat sakit kepala karenanya. Ruam di tangannya pun terkadang begitu parah hingga melepuh.

"Saya tak tahan di bawah sinar matahari lebih dari 10 menit tanpa memunculkan reaksi apapun. Sulit bagi saya untuk tidak merasa seperti vampir," ungkap Chelsey.

Chelsey, makeup artist yang tinggal di San Diego, Calif. ini didiagnosis mengidap alergi terhadap matahari yang disebut dengan polymorphous light eruption (PMLE), kondisi yang diperkirakan hanya terjadi pada 5-20 persen orang di penjuru dunia.

Wanita tampaknya lebih rentan terkena alergi ini daripada pria dan pada beberapa kasus alergi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik atau turunan. Biasanya gejalanya baru muncul pada usia dewasa awal, tapi terkadang anak-anak juga mengalami alergi serupa yang disebut dengan juvenile spring eruption.

Namun alergi matahari pada anak-anak dengan gejala gatal yang menyerang telinga dan wajah ini biasanya bisa pulih seiring dengan pertambahan usia mereka. Berbeda dengan alergi matahari pada orang dewasa seperti yang dialami Chelsey.

Gejala pertama Chelsey berupa ruam akibat terkena sinar matahari baru muncul ketika usianya sudah menginjak 16 tahun. Tapi kondisi itu memburuk secara signifikan ketika Chelsey memutuskan pindah dari kampung halamannya, Maine ke California di awal usia 20-an.

"Di Maine mataharinya tak begitu terlihat, tapi sekali saya pindah kesini, barulah saya menyadari matahari ada kaitannya dengan munculnya ruam-ruam ini," kisahnya.

Banyak orang mengira Chelsey mudah terkena alergi matahari karena kulitnya putih tapi menurut Dr. Chris Adigun, seorang asisten profesor dan pakar dermatologi dari NYU Langone Medical Center, tak ada kaitannya antara alergi matahari dengan warna kulit.

"Alergi matahari itu tak ada hubungannya dengan seberapa putih kulit Anda atau seberapa mudah kulit Anda terbakar. Pigmen kulit apapun bisa terkena kondisi ini," terang Dr. Chris seperti dilansir abcnews.

Kendati sejumlah pakar kesehatan mengaku tak mengkategorisasi PMLE sebagai alergi, Dr. Chris percaya kondisi tersebut disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang mengidentifikasi adanya 'benda asing', dalam hal ini kulit yang berubah warna karena matahari, dan melepaskan sejumlah antibodi sebagai bentuk pertahanan.

Gejala PMLE sendiri tak ada yang berbahaya dan biasanya akan menghilang dengan sendirinya dalam waktu beberapa jam. Berbeda dengan sunburn yang seringkali takkan muncul hingga 24 jam setelah terpapar matahari dan berlangsung selama berminggu-minggu.

Namun Chelsey mengeluhkan PMLE memaksanya untuk mengubah gaya hidup. Ia tak lagi bisa menikmati berjemur di pantai atau jalan-jalan di taman. Bahkan ketika mengendarai mobil, ia masih harus berhati-hati karena ketika lengan dan tangannya terpapar sinar matahari yang masuk dari jendela, bintik-bintik merah akan muncul dan ia terpaksa harus menutupinya.

"Hal ini masuk akal mengingat UVA adalah satu-satunya gelombang spektrum yang mampu memicu alergi dan kebetulan mereka jugalah satu-satunya gelombang cahaya yang dapat menembus kaca," tandas Dr. Chris.

Sayangnya Dr. Chris mengatakan jika alergi matahari jarang terdiagnosis. Kalaupun seseorang diketahui mengidap PMLE, Dr. Chris mengatakan tak banyak yang dapat dilakukan dokter untuk pasiennya, selain merekomendasikan sejumlah metode pencegahan.

"Pakaian adalah pertahanan terbaik karena ini benar-benar menutupi tubuh Anda," pungkasnya.

[Hangat-News]

0 komentar:

Posting Komentar