TEMPO.CO, Jakarta - Gebrakanan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan mengganti sejumlah direksi dan komisaris perusahaan pelat merah menuai protes.
Ini berawal dari protes Dipo Alam dalam dua halaman memorandum yang ditujukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertanggal 10 April 2012. Dalam memorandum itu, Sekretaris Kabinet ini meneruskan laporan Dahlan mengenai penggantian direktur utama dan komisaris utama di lima perusahaan negara, yakni PT Perkebunan Nusantara III, PT Perkebunan Nusantara IV, PT Rajawali Nusantara Indonesia, PT PAL Indonesia, dan PT Pindad.
Pada bagian berikutnya, Dipo mengadu kepada Presiden. Dia menyebutkan penggantian pos-pos kunci di BUMN itu dilakukan Dahlan secara tak patut. Dahlan dinilai lancang karena main tunjuk direktur atau komisaris tanpa melibatkan tim penilai akhir (TPA) yang diketuai Presiden. "Sehingga muncul pengaduan dari masyarakat…," kata Dipo, yang mengingatkan bahwa langkah Dahlan itu mulai berbuah masalah.
Atas memorandum itu, Presiden memberikan disposisinya dalam tiga poin. Pertama, Yudhoyono memerintahkan Dipo menyampaikan secara tertulis hal ini kepada Menteri BUMN. »Kecepatan perlu, tapi jangan melanggar aturan. Bisa ada ’bom waktu’.”
Seperti dilansir majalah Tempo edisi 2 Juli 2012, peringatan soal 'bom waktu' inilah yang kini bocor ke mana-mana. Dokumen disposisi rahasia Presiden beredar keluar dan menguarkan kabar ketegangan yang terjadi dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II.
Dipo, yang dalam hal ini disebut-sebut satu kubu dengan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, kesal lantaran tak direken dalam penempatan pimpinan BUMN. Dahlan dianggap terlalu banyak "bermain sendiri". »Pak Dipo memprotes karena, sebagai Sekretaris TPA, tak diajak ngomong,” kata Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa.
Padahal, berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2005, Menteri BUMN diperintahkan melaporkan hasil penjaringan calon direksi, komisaris, atau Dewan Pengawas BUMN kepada TPA. Dalam tim ini, Dipo duduk sebagai sekretaris, wakil ketua dipegang Wakil Presiden, dengan anggota Menteri Keuangan dan Menteri BUMN. Di tangan mereka, setiap calon akan melalui penyaringan final.
Salah seorang petinggi BUMN yang dekat dengan Dahlan bercerita, hubungan bosnya dengan Dipo dan Sudi memang lebih banyak diwarnai ketegangan. Bahkan sejak mantan wartawan itu masih memimpin PT PLN. »Menjelang pelantikannya sebagai menteri, Dahlan bertekad memilih sendiri tim penggantinya di PLN. Tapi dari Istana datang tekanan untuk menempatkan orang lain,” kata sumber itu, pekan lalu.
Langkah lain Dahlan yang juga menuai protes dari koleganya adalah rencana perampingan jumlah perusahaan negara. Sebanyak 141 BUMN akan disusutkan Dahlan menjadi 70 perusahaan pada akhir 2014. Tak hanya itu, Dahlan juga mengusulkan penunjukan direksi dibuat secara cepat. »Pilih direktur utamanya saja untuk diajukan kepada Presiden.” Proses selanjutnya menjadi kewenangan Menteri BUMN dan tim kecil yang melibatkan direktur utama terpilih.
Dipo Alam, yang dihubungi pada Rabu pekan lalu, menolak mengomentari isi dokumen yang beredar itu. Ia mempertanyakan mengapa informasi rahasia semacam itu bisa sampai ke media. »Saya hanya menjalankan tugas membantu Presiden mengelola kabinet,” katanya saat ditanya mengenai ketegangan hubungannya dengan Dahlan.
Dahlan tak mau memberi banyak komentar. Ketika ditemui seusai senam pagi di Monumen Nasional, Kamis pekan lalu, Dahlan sempat meminta salinan dokumen yang beredar tersebut. Dia bertanya tentang respons Dipo soal ini dan berjanji akan membaca lebih teliti isi dokumennya serta memberi penjelasan pada hari berikutnya.
Tapi Dahlan batal memberikan keterangan itu. Ia mengaku tak akan banyak bicara soal ini lantaran malam sebelumnya kembali mendapat teguran dari Dipo Alam. »Saya mendapat kartu kuning karena mengumumkan akan menyumbang (dana) buat gedung Komisi Pemberantasan Korupsi,” Dahlan menjelaskan kenapa memilih bungkam. »Soalnya, ini kartu kuning ketiga, hahaha….” Ada kemungkinan ia tak ingin 'bom waktu' meledak terlalu dini.
[HANGAT-NEWS]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar