Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?
Iklan
Kunjungi Sponsor Kami
Terimakasih
Semoga Artikel Bisa Bermanfaat
[x]

Keindahan Kota Singkawang

Written By admin on Senin, 19 Desember 2011 | 08.23


Sebelum menulis ini, saya menyempatkan diri untuk mengunjungi singkawang sekalian menyelesaikan satu proyek syuting program televise, ibarat sambil menyelam minum air. Tidak ada tendensi melebih-lebihkan sedikitpun, hanya sekilas pengamatan saya sepanjang perjalanan disana. Ada beberapa event dan tempat wisata sejarah yang cukup menatik untuk dikunjungi disana. Greatfull place with beautifull stories.

Supaya tidak bingung dengan judul diatas, Prolog sedikit mengenai tempat liburan luar kota Pontianak, banyak penduduk Pontianak yang memilih singkawang sebagai tempat wisatanya, seperti peduduk Jakarta yang memilih puncak Bogor atau Bandung sebagai tempat liburan akhir pekannya. Jika Bogor merupakan tempat peristirahatan dan Bandung sebagai surge belanja maka singkawang dianggap sebagai tempat bersantai, kuliner sekaligus sebagai pusat budaya. Banyak yang tidak pahan sejarah singkawang, keunikan serta bagaimana budaya berkembang dan membentuk suatu kehidupan yang baru, memang tidak mudah menyatukan dalam 1 visi namun perubahan dan perkembangannya patut kita acungi jempol. Cukup cepat berbenah danmemanfaatkan semua kekurangan menjadi kelebihan.

Awalnya Singkawang merupakan sebuah desa bagian dari wilayah kesultanan Sambas, Desa Singkawang sebagai tempat singgah para pedagang dan penambang emas dari Monterado. Para penambang dan pedagang yang kebanyakan berasal dari negeri China, sebelum mereka menuju Monterado terlebih dahulu beristirahat di Singkawang, sedangkan para penambang emas di Monterado yang sudah lama sering beristirahat di Singkawang untuk melepas kepenatannya dan Singkawang juga sebagai tempat transit pengangkutan hasil tambang emas (serbuk emas). Waktu itu, mereka (orang Tionghoa) menyebut Singkawang dengan kata San Keuw Jong (Bahasa Hakka), mereka berasumsi dari sisi geografis bahwa Singkawang yang berbatasan langsung dengan laut Natuna serta terdapat pengunungan dan sungai, dimana airnya mengalir dari pegunungan melalui sungai sampai ke muara laut. Melihat perkembangan Singkawang yang dinilai oleh mereka yang cukup menjanjikan, sehingga antara penambang tersebut beralih profesi ada yang menjadi petani dan pedagang di Singkawang yang pada akhirnya para penambang tersebut tinggal dan menetap di Singkawang.

Kota yang lagi naik daun dengan berbagai kalender wisata yang cukup mencenangkan. Beberapa tahun yang lalu memang singkawang tidak banyak dikenal orang termasuk di Pontianak sendiri, kalaupun tahu lebih banyak kearah hal negatifnya. Seperti amoy dan bisnis seks berkedok warung kopi. Namun saat ini singkawang sudah berbenah, dengan menunjukkan keberagaman etnis dan suku bangsa yang mengakibatkan banyaknya event budaya yang digelar.

Singkawang telah berbenah dan terus bersolek memperbaiki diri. Kalender event kini didengungkan ke seantero Indonesia bahkan dunia sehingga turis berdatangan dan berebut untuk mengabadikan moment – moment penting event tersebut. Masyarakatpun diajak ikut serta mensukseskan dan pihak pengusaha diajak mempersiapkan sebaik mungkin. Hal ini membuat wisatawan merasa puas dengan kunjungan kesana. Terbukti dari tingkat hunian hotel dan homestay yang disediakan masyarakat selalu penuh sebelum event berlangsung
Beberapa event yang layak diikuti adalah Cap Go Meh dan Gawai Dayak (naik dango)
Seperti halnya bagi masyarakat Tionghoa di Indonesia lainnya, perayaan Imlek untuk menyambut tahun baru China merupakan tradisi termegah yang selalu dirayakan seluruh lapisan masyarakat Singkawang setiap tahun. Bagi mereka perayaan Imlek tidak ada bedanya dengan masyarakat Indonesia lainnya ketika merayakan Idul Fitri atau Natal.

Tahun baru Imlek muncul dari tradisi masyarakat Tiongkok yang dianggap sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas panenan dan sekaligus harapan agar musim berikutnya memperoleh hasil yang lebih baik. Imlek selalu dirayakan selama 15 hari berturut-turut dan hari puncak ke-15 disebut dengan Cap Go Meh. Dalam tradisi Tionghoa berarti malam ke-15 yang merupakan puncak perayaan Imlek dan Cap Go Meh dirayakan secara khusus. Kalau mau ditelaah lebih jauh, Cap Go Meh di Indonesia sendiri merupakan perpaduan budaya Tiongkok dan Indonesia, yakni adanya lontong Cap Go Meh. Lontong adalah makanan asli Indonesia, sedangkan Cap Go Meh adalah tradisi yang lahir dari Imlek.

Puncak acara Imlek atau Cap Go Meh ini dimaksud untuk menangkal gangguan atau kesialan di masa mendatang. Pengusiran roh-roh jahat dan peniadaan kesialan dalam Cap Go Meh disimbolkan dalam pertunjukan Tatung. Tatung adalah media utama Cap Go Meh. Atraksi Tatung dipenuhi dengan mistik dan menegangkan, karena banyak orang kesurupan dan orang-orang inilah yang disebut Tatung. Upacara pemanggilan tatung dipimpin oleh pendeta yang sengaja mendatangkan roh orang yang sudah meninggal untuk merasuki Tatung. Roh-roh yang dipanggil diyakini sebagai roh-roh baik yang mampu menangkal roh jahat yang hendak mengganggu keharmonisan hidup masyarakat. Roh-roh yang dipanggil untuk dirasukkan ke dalam Tatung diyakini merupakan para tokoh pahlawan dalam legenda Tiongkok, seperti panglima perang, hakim, sastrawan, pangeran, pelacur yang sudah bertobat dan orang suci lainnya.

Roh-roh yang dipanggil dapat merasuki siapa saja, tergantung apakah para pemeran Tatung memenuhi syarat dalam tahapan yang ditentukan pendeta. Para Tatung diwajibkan berpuasa selama tiga hari sebelum hari perayaan yang maksudnya agar mereka berada dalam keadaan suci sebelum perayaan.

Dalam atraksi Tatung yang sudah dirasuki roh orang meninggal bertingkah aneh, ada yang menginjak-injak sebilah mata pedang atau pisau, ada pula yang menancapkan kawat-kawat baja runcing ke pipi kanan hingga menembus pipi kiri. Anehnya para Tatung itu sedikit pun tidak tergores atau terluka. Beberapa Tatung yang lain dengan lahapnya memakan hewan atau ayam hidup-hidup lalu meminum darahnya yang masih segar dan mentah.

Di Singkawang banyak pribumi atau orang Dayak yang juga turut serta menjadi Tatung, mereka terdorong berpartisipasi karena ritual Tatung mirip upacara adat Dayak. Sejak pertama kali datang ke Singkawang masyarakat Tionghoa telah menjalin persahabatan erat dengan penduduk pribumi khususnya suku Dayak. Karena itu tidak ada kecanggungan di antara kedua etnis ini. Dahulunya Singkawang merupakan tempat transit para penambang emas yang berasal dari Tiongkok. Gelombang migrasi besar-besaran pada tahun 1760, membawa masyarakat suku Tionghoa Hakka dari Guangdong China selatan yang mendarat di Pulau Kalimantan. Mereka menetap untuk dipekerjakan sebagai kuli tambang emas dan intan di monterado, Kalimantan Barat. Meski secara fisik maupun budaya ada yang berasimilasi dengan penduduk pribumi, mereka juga tetap mempertahankan adat istiadat leluhur yang dipertahankan hingga kini. Karena pada umumnya mereka penganut Kong Hu Cu dan Buddha maka perayaan Tahun Baru China menjadi tradisi istimewa yang senantiasa mereka rayakan.



Di era Orde Baru perayaan Imlek khususnya ritual Tatung dilarang dipertontonkan di depan umum. Tetapi di era reformasi mantan Presiden Gus Dur mengizinkan kembali, bahkan pemerintahan berikutnya Megawati Soekarnoputri mengesahkan dalam bentuk undang-undang. Dengan demikian warga Tionghoa di Singkawang khususnya menjadi lebih leluasa untuk menjalankan tradisi atau upacara keagamaan mereka. Di dunia pariwisata, Tatung berpotensi untuk menarik turis dalam negeri dan mancanegara. Selain mengangkat nama Singkawang di dunia internasional, Tatung juga ikut meningkatkan perekonomian daerah setempat.



Upacara Naik Dango yang merupakan kegiatan ritual seputar panen padi adalah ungkapan syukur masyarakat Dayak kepada Sang Pencipta akan hasil yang telah diperoleh. Upacara ini diadakan di setiap kabupaten termasuk kota Singkawang. Tempat penyelenggaraan dilaksanakan bergantian antar kecamatan setiap tahun, ditetapkan oleh Dewan Adat kabupaten setempat. Di samping upacara adat, diadakan pula pesta wisata dan budaya Naik Dango yang diisi dengan pertunjukan kesenian, lomba permainan tradisional, lomba kesenian daerah, pameran, seminar kebudayaan dan pasar rakyat.
Sebenarnya memang banyak daerah yang juga mengadakan event serupa, namun terkadang kemeriahan dan kesiapan pemerintah dan masyarakatnyalah yang membuat hal ini berbeda.

[Hangat-News]

0 komentar:

Posting Komentar