SUDAH menonton Di Bawah Lindungan Kabah? Apa Anda termasuk yangh terganggu oleh seliweran produk obat nyamuk bakar, snack kacang, hingga Gery Chocolatos yang mammamia lezatos?
Well, apa mau dikata. Produser film ini, Manoj Punjabi mengaku harus memasukkannya untuk memperoleh pendapatan iklan. “Memang mengganggu, sih. Ya, itu bagian ketawa-ketawa saja,” katanya pada majalah Tempo (edisi 11 September 2011).
Di Bawah Lindungan Kabah diklaim menghabiskan dana hingga Rp 24 miliar. Iklan dari produk-produk yang nongol di layar bisa menutup ongkos produksi.
Dalam istilah sinema iklan yang nongol di film disebut sebagai product placement. Ya, itu sebutan keren buat logo atau produk yang muncul di film layar lebar atau teve. Situs ensiklopedia Wikipedia mendefenisikannya sebagai taktik promosi oleh pemasar saat barang-barang komersil betulan (maksudnya memang ada di dunia nyata) ditempatkan di cerita fiksi, dan kehadiran produk itu terjadi lantaran ada kerja sama yang bernilai ekonomi. Saat sebuah produk dimunculkan tanpa ada nilai ekonominya, sebutannya bukan lagi product placement, tapi product plug. Product placement bisa muncul dalam pertunjukan drama, film, serial teve, video musik, video games, buku atau komik.
Semula jaringan teve ogah menampilkan logo sebuah produk. Dalam serial Melrose Place, misalnya, logo merek Nokia di handphone diubah jadi "Nokio". Namun, sebenarnya, product palcement sudah muncul sejak awal 1980-an. Yang paling diketahui publik saat film E.T.: The Extra-Terrestrial muncul pada 1982. Film karya Steven Spielberg yang amat laris ditonton itu, menampilkan permen rasa selai kacang merek Reese's Pieces. Konon, kemunculan Reese's Pieces di film E.T. menaikkan penjualan sampai 65 persen.
Contoh lain paling awal muncul di film Love Happy keluaran 1949. Di film itu adegan saat seorang pemerannya, Harpo Marx, berloncatan di atap lari dari penjahat, di belakangnya ada logo perusahaan minyak Mobil versi lama dengan slogan, "Flying Red Horse."
Sejak itu, film-film Hollywood tak pernah sepi dari product placement. Film James Bond, misalnya, dipenuhi iklan terselubung di mana-mana. James Bond, agen rahasia Inggris berkode 007 yang punya izin membunuh dan doyan cewek itu pakai mobil merek BMW dan kini Aston Martin, serta jam tangan Omega. Product Palcement paling awal juga muncul di seri film Bond. Di film Bond berjudul The Man with the Golden Gun (1974) berkelebatan mobil-mobil merek AMC (American Motors Corporation), mobil keluaran AS, bahkan saat adegan berlangsung di Thailand, tempat yang tak menjual mobil AMC dan punya posisi setir beda dengan AS.
Product Placement di Sinema Indonesia
Di jagad film nasional mutakhir product placement mulai sering muncul sejak Tusuk Jelangkung (2001). Itu sekuel film sukses Jelangkung (1999) yang ditonton 1,6 juta orang. "Di film itu ada Honda, Samsung, dan Berry Juice," ingat Adiyanto Sumarjono, direktur utama investasi Film Indonesia, perusahaan konsorsium pendanaan film tabloid ini Mei 2006.
Sejak itu, product placement bermunculan bagai cendawan di musim hujan. Menurut Adi, product placement bisa jadi alternatif beriklan yang jitu. "Sebuah film layar lebar diputar di bisokop. Audiensnya besar, apalagi bila filmnya sukses," kata Adi. Selepas di putar di layar lebar, film itu bakal punya kesempatan tayang di teve dan kemudian dirilis dalam bentuk VCD dan DVD. Artinya, iklan product placement akan dilihat terus setiap kali filmnya ditonton.
Sementara, kata Adi, ongkos beriklan di teve sangat mahal. Padahal waktu kemunculannya sangat singkat. "Product placement memungkinkan exposure lebih lama dan permanen atas sebuah produk," simpul Adi.
Namun demikian, menaruh product placement mesti cerdik. "Jangan sampai mengganggu kenikmatan orang menyimak cerita film," kata Joko Anwar, sutradara film Janji Joni pada tabloid ini pada 2006 . "Begitu orang tersadar kalau ada product placement, hal tersebut sudah salah." Di filmnya sendiri, Janji Joni, Joko tak berniat membuat product placement. Hanya saja, di film jelas kelihatan berkali-kali Joni (diperani Nicholas Saputra) berlari kemana-mana dengan sepatu dan kaus merek Converse.
Kata Joko, Converse dipilih lantaran cocok dengan karakter Joni di filmnya. Setelah filmnya jadi, baru Joko dan produsernya, Nia Dinata dari Kalyana Shira, mendekati pihak Converse. Sementara itu, masih di Janji Joni, ada adegan yang memperlihatkan taksi bemerek Taxi Cab. "Itu bukan poduct pacement. Kami justru menyewa taksi itu. Artinya, mesti mengeluarkan uang," jelas Joko. Istilah kerennya, hal itu disebut product plug.
Product placement muncul di film nasional lantaran pembuat film sini tak punya uang banyak. Kata Adi, kehadiran sponsor bisa menutup biaya produksi, dan juga promosi. "Bisa sampai menekan dana 50 persen," kata Adi. Dari product placement, pembuat film bisa dapat dana segar untuk mengurangi ongkos produksi. Juga bisa memangkas ongkos promosi yang sudah ditanggung sponsor.
[Hangat-News]
0 komentar:
Posting Komentar