Pun materi berlimpah direngkuhnya. Namun karena lupa dengan Tuhan dan berakrab ria dengan narkoba, popularitas dan materi berlimpah itu lenyap dalam sekejap. Bahkan dia harus rela hidup berjauhan dengan istri dan 2 anaknya.
Di tengah teriknya matahari Ibu Kota, Farid membelah kemacaten dengan mengendarai sepeda motor dari kosnya di kawasan Cengkareng, Banten, ke lokasi syuting Keluarga Minus di Kalibata, Jakarta Selatan. Tiba di lokasi, Farid minta maaf atas keterlambatannya kepada Bintang.
“Teman dekat saya meninggal dunia. Padahal beberapa jam sebelumnya masih ngobrol dengan saya. Itulah rahasia Tuhan, tidak ada yang tahu. Itu juga kuasa Tuhan, jika Dia berkehendak, apa pun akan terjadi,” ucap Farid.
Farid mencontohkan tentang kekuasaan Tuhan pada perjalanan kariernya di dunia entertainment.
“Dulu saya tidak pernah membayangkan bisa mencapai sukses lewat Kecil Kecil Jadi Manten. Maklum, sebelum main sinetron itu, saya hanya orang di belakang panggung saja. Tapi saya juga tidak pernah mengira, usai Kecil Kecil Jadi Manten, saya mengalami hidup susah, bahkan lebih susah daripada sebelum saya main sinetron itu,” urai Farid.
Farid terdiam sejenak. Dia mengingat-ingat masa-masa jayanya saat syuting sinetron KKJM. Yang tidak bisa dilupakan Farid, hampir setiap selesai syuting, dia dan teman-temannya lanjut ke pesta hingga mabuk. Dari pesta satu ke pesta lain, Farid sering menanggung biaya pesta itu.
“Kebiasaan minum dan memakai obat sudah saya lakukan sejak kuliah. Makin parah saat syuting Kecil Kecil Jadi Manten. Mungkin karena sudah punya uang, makin tidak terkontrol dan makin tidak ingat Tuhan,” urainya.
Bagusnya, orangtua Farid selalu mengingatkan, bahkan memaksa Farid untuk menyisihkan honor main sinetron untuk dibelikan rumah dan ditabung.
“Uang yang saya tabung dan dijadikan barang investasi hanya sebagian kecil dari honor saya. Lebih banyak untuk hura-hura,” ucap pemain film Pocong Keliling dan Pejantan Tanggung ini.
“Aktor Tergelincir”
Dengan menikah, Farid berharap hidupnya makin terarah dan terbebas dari narkotika. Namun kenyataan berbicara lain. Setelah menikah Farid tetap tidak ingat Tuhan. Padahal setelah menikah, biaya hidup Farid meningkat. Sedangkan tawaran main sinetron berkurang. Kian hari tabungannya makin menipis.
Farid mulai kesulitan uang saat istrinya hamil anak pertama. Untuk biaya hidup sehari-hari, terpaksa menjual mobil. Uang hasil penjualan mobil ludes, belum juga mendapat tawaran main sinetron. Untuk memenuhi kebutuhannya, Farid menjual rumahnya di Bintaro. Namun uang itu habis dalam sekejap.
Menjadi pengganggur membuat emosi Farid tidak stabil. Farid sering marah-marah tanpa alasan yang jelas. Parahnya lagi, saat marah, dia gemar memecahkan barang-barang yang ada di sekitarnya. Juga memukul tembok dan mengeluarkan kata-kata kasar. “Istri saya sampai syok melihat saya yang tadinya tenang, sabar, berubah kasar dan pemarah,” ucap Farid.
Beruntung, Farid memiliki istri yang sabar. Meski ekonomi karut-marut dan emosi Farid rapuh, Lenny Hervia tetap setia mendampingi. Emosi Farid makin rapuh saat teman-temannya menjulukinya “aktor tergelincir”.
“Emosional sekali saat pertama kali tahu mendapat julukan itu. Saya marah-marah tak keruan,” katanya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Farid kembali menjual mobil kesayangannya. Farid bukannya tidak berusaha untuk mencari rezeki. Hampir setiap hari dia mendatangi rumah produksi yang telah mengontraknya secara eksklusif selama 8 tahun. Namun hasilnya nihil.
“Ini pelajaran berharga buat saya dan mungkin untuk pemain sinetron lain. Harus hati-hati dalam teken kontrak. Jika tidak nasibnya sama seperti saya, dikontrak eksklusif selama 8 tahun, selama itu pula saya jadi penganggur. Ini sangat menyakitkan,” ucap Farid lirih.
Nyaris Mengakhiri Hidup
Masalah Farid makin berat saat ruko yang dia beli ternyata sertifikatnya palsu. Ruko itu Farid beli dari sahabat kecilnya secara mencicil di bank. Farid pun bolak-balik ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk membuktikan sertifikat rukonya asli. Farid kalah, karena sertifikat yang ada di tangannya memang palsu.
“Saya marah dan kecewa sekali. Sahabat kecil saya, yang orangtuanya juga bersahabat dengan orangtua saya, tega menipu saya. Saya semakin labil dengan adanya masalah ini,” ucap Farid.
Masalah belum selesai, Farid masih harus melunasi cicilan ruko ke bank. Menyakitkan, mencicil barang yang tidak jadi milik kita. Apalagi saat itu perekonomian Farid tengah terpuruk.
“Saya sempat menangis, saat menghadapi masalah ini. Terlalu berat masalah ini diberikan kepada saya,” ucapnya dengan suara tertahan.
Lenny kembali menenangkan Farid dengan ucapan, ”Semua masalah pasti ada jalan keluarnya.”
Farid makin tidak betah berada di rumah karena dikejar-kejar, diteror, bahkan diancam akan dianiaya oleh debt collector bank. Ibaratnya sudah jatuh, masih juga tertimpa tangga. Pepatah itu sangat pas untuk menggambarkan kondisi Farid saat itu. Dalam kondisi terpuruk itu Farid putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya.
“Untung saja saya ingat istri dan anak-anak yang sangat mencintai saya. Jika tidak nasib saya akan seperti artis Marlia Hardy (artis senior yang bunuh diri pada tahun ’80-an karena terlilit utang),” ujar Farid.
Farid mencari bantuan kepada saudara dan teman-temannya, tapi tidak juga ada jalan keluar. Satu-satunya solusi, Farid harus menjual rumah di Cengkareng, yang saat itu jadi tempatnya bernaung. Istrinya setuju menjual rumah itu. Namun setelah menjual rumah, mereka akan tinggal di mana?
“Pertanyaan itu yang selalu mengganggu saya, bahkan saya sering terjaga saat tidur untuk mencari jalan keluarnya. Akhirnya, saya memutuskan istri dan anak-anak harus diselamatkan. Keluarga adalah harta yang paling berharga dalam hidup ini dan saya harus menyelamatkan mereka dengan cara mengirim mereka ke kampung halaman, di Tanjung Pinang. Kebetulan di sana saya masih memiliki rumah dan motor. Sedangkan saya tetap bertahan di Jakarta. Biarlah saya hidup menderita di tempat kos, asal jangan anak-anak saya,” urai Farid.
Berpisah dengan orang-orang yang dicintai sangat menyakitkan bagi Farid. Selalu terbayang senyum khas anak-anaknya saat malam tiba.
“Dari sekian cobaan yang saya alami, berpisah dengan anak dan istri itu cobaan yang paling berat. Saya banyak kehilangan momen bersama anak-anak,” ucapnya.
Belajar Ilmu Ikhlas
Keluarga memotivasi Farid untuk bangkit dari keterpurukan. Keyakinan Farid makin kuat setelah bertemu dengan seorang ustadz. Dia belajar banyak tentang ilmu agama kepada ustadz itu.
“Ini peringatan dari Tuhan supaya saya ingat akan kekuasaanNya. Dengan cara ini pula mungkin saya harus belajar banyak tentang ilmu agama. Alhamdulillah yang awalnya tidak shalat, bisa menjalani shalat 5 waktu,” ucap Farid.
Masa lalunya yang kelam dan berliku dijadikan pembelajaran dan bekal untuk menata kembali kariernya dari nol di dunia entertainment.
“Kini saya bisa lebih dekat dengan Tuhan. Dari pengalaman pahit itu juga saya bisa belajar tentang ilmu ikhlas. Ternyata untuk belajar ilmu ikhlas itu tidak mudah. Kini saya sudah bisa mengikhlaskan semua harta yang telah dijual, ditipu, bahkan saya sekarang malu sendiri saat marah karena diejek sebagai aktor tergelincir,” urai Farid.
Farid kini kembali ke dunia entertainment sebagai penulis skenario. Honor sebagai penulis, yang tidak sebanyak saat dirinya main KKJM, masih bisa disisihkan Farid untuk ditabung. Farid merasakan jiwanya lebih tenteram meski pendapatannya pas-pasan.
“Seberapa pun penghasilan seseorang, tidak akan bahagia jika dia tidak bersyukur,” ucapnya.
Rencananya, setelah Lebaran nanti, Farid akan memboyong kembali keluarganya ke Jakarta.
“Doakan, ya mudah-mudahan rencana itu bisa terlaksana. Hidup berjauhan dengan istri dan anak tidak enak. Rindu terus dengan anak-anak,” ucap Farid.
Keluarga harta paling berharga di dunia ini. Harta tak ternilai itu juga yang telah menyelamatkan Farid dari keterpurukan.
(hangat-news)
0 komentar:
Posting Komentar