RIP! Prof Izaac Adriaan Ferdinandus sang Legenda Persebaya
Iklan dukacita di Jawa Pos itu kecil saja. "Telah pulang ke rumah Bapa di surga pada Jumat 23 Oktober 2015 pukul 08.30... Prof Dr Izaac Adriaan Ferdinandus MDiv dalam usia 85 tahun..."Pagi ini, Senin 26 Oktober, jenazah mendiang Prof Adriaan dimakamkan di Babat Jerawat, Surabaya. Dokter dan guru besar FK Unair ini meninggalkan istri Judith Jacoba empat anak (sulung dan bungsu jadi dokter, dr Sihning Endah dan dr David Ferdinandus), serta lima cucu.
Selamat jalan Bapak Pendeta Prof Adriaan! Beristilah dengan tenang bersama Sang Mahapencita di kediaman abadi!
Bagi penggemar sepak bola, khususnya Persebaya, khususnya mereka yang menggeluti sejarah Persebaya, Prof Izaac Adriaan Ferdinandus bukan orang sembarangan. Beliau pemain sepak bola top Kota Surabaya pada era 1950an. Sebagai bek kiri, Adri muda sangat disegani lawan-lawan Persebaya.
"Pak Adri satu angkatan dengan bintang-bintang hebat Persebaya seperti Saderan, Liem Tiong Hoo, dan The San Liong," kata Johny Kwok, wartawan senior dan analisis bola terkenal di Surabaya.
Izaac Adriaan Ferdinandus ikut memperkuat Persebaya saat menjadi juara nasional tahun 1951 dan 1952. Saat itu klub perserikatan di Kota Pahlawan ini sangat disegani di tanah air. Beda dengan Persebaya sekarang yang dianggap pupuk bawang, bahkan hilang dari peta persepakbolaan Indonesia. Yang menonjol malah Arema atau Sriwijaya FC yang tergolong klub-klub bola kemarin sore.
Sadar bahwa sepak bola tidak bisa dijadikan andalan untuk hidup, Adriaan banting setir ke bangku pendidikan. Ini didukung otaknya yang sangat cerdas. "Kalau balbalan terus, aku mangan opo?" ujarnya dalam beberapa kesempatan.
Adriaan akhirnya kuliah di kedokteran Unair. Pakai bahasa Belanda. Mantan bintang Persebaya itu lulus tahun 1962. "Dulu dalam setahun yang bisa lulus (FK) itu gak sampai 15 orang. Sistem pendidikannya ruwet dan sulit," katanya.
Dokter Adriaan kemudian melanjutkan studi anatomi di Amerika Serikat. Rupanya arek Plampitan itu gatal juga menendang bola. Maka dia sering memperkuat tim balbalan kampusnya. "Untuk olahraga, cari keringat saja," kata pria keturunan Tionghoa yang selalu senang didatangi suporter Persebaya itu.
Sembari menekuni dunia kedokteran, mendidik para calon dokter, Prof Adriaan ternyata punya panggilan untuk bekerja di kebun anggur Tuhan. Jadi gembala alias pendeta. Opa ini bahkan punya gelar MDiv alias magister teologi. Banyak umatnya yang tidak tahu kalau sang gembala cum dokter senior ini dulunya pemain Persebaya yang sangat hebat.
Di usia senja, Prof Izaac Adriaan Ferdinandus masih mengikuti perkembangan sepak bola di tanah air. Gonjang-ganjing PSSI, dualisme kompetisi beberapa tahun lalu, kisruh Persebaya, sanksi FIFA, hingga hilangnya gairah balbalan di Surabaya. Opa hanya bisa ngelus dada. "Masa saya sudah lama lewat," katanya.
Adriaan hanya berpesan kepada pemain-pemain Persebaya, calon-calon pemain sepak bola, dan semua olahragawan di Indonesia, agar tidak melupakan pendidikan. Sebab sepak bola di Indonesia terbukti tidak menjamin masa depan. "Silakan main bola yang serius, tapi pendidikan jangan lupa," pesannya.
Kita kehilangan Prof Izaac Adriaan Ferdinandus, legenda Persebaya, yang telah banyak membagi ilmu untuk keluarga besar Persebaya dan para wartawan di Jawa Timur. Semoga Tuhan membalas amal baik Opa Adriaan! RIP! (*)
[Hangat-News]
0 komentar:
Posting Komentar