hangat-news--Lelaki itu berbaju koko hitam. Celana dan pecinya hitam. Jaketnya juga hitam. Wajahnya oval, alis sedikit tebal. Setengah jam sebelum meledakkan dirinya di Masjid Adz-Zikra, Markas Polres Cirebon, dia singgah ke warung terpal biru.
“Dia memesan es teh,” ujar perempuan penjaga warung, di dekat pintu masuk markas polisi itu. Matahari tegak lurus dengan masjid. Udara agak terik, pada Jumat 15 April 2011 itu.
Salat Jumat segera mulai, dan jamaah sudah berdatangan. Masjid itu tak besar, cukup buat 50 orang. Kebanyakan yang salat di sana adalah polisi, dan tamu. Begitu khatib naik ke mimbar, lelaki berpakaian hitam itu duduk di saf ketiga.
Lima belas menit kemudian, khotbah kelar. Si hitam-hitam bergerak ke saf kedua. Di saf pertama, ada Kapolres Cirebon AKBP Herukoco. Imam memulai salat dengan “Allahu Akbar”. Saat itulah ledakan keras menggelegar.
Bersama dentuman itu melesat pula mur, baut, dan paku. Masjid penuh asap putih campur bau mesiu. Para jamaah roboh, dan saf buyar. Sejumlah jamaah terkapar. Mereka terluka serius. Lelaki berbaju hitam-hitam itu tergeletak berlumur darah. Perut kanannya menganga.
Tak ada korban tewas, tapi punggung Kapolres Cirebon AKBP Herukoco berdarah. Dia seperti habis berbaring di ranjang berpaku. Sejumlah pecahan benda tajam, dan mur melesak ke bawah kulit, di sekujur badan bagian belakang. Si pelaku, lelaki berpakaian hitam-hitam itu tewas.
Beberapa hari kemudian, polisi memastikan lelaki hitam-hitam itu adalah Muchamad Syarif, 32 tahun. Dia warga Pekalipan, Cirebon. Orang tua Syarief, Abdul Ghofur, 66 tahun, yakin yang tewas itu adalah anaknya. “Ada bekas luka di jempol kirinya. Giginya patah waktu SD,” ujar Ghafur. Hasil pemeriksaan DNA pun cocok.
***
Siapakah Syarief? Dia tumbuh dari keluarga yang pecah. Ayahnya bekerja serabutan, sementara ibunya Sri Mulat berdagang kue di Pasar Kanoman Cirebon. Mereka tinggal di Astanagarib Utara, Kelurahan Pekalipan, Kecamatan Pekalipan, Cirebon.
Pada 1998 kedua orang tuanya bercerai. Sejak itu, Syarif banyak menghabiskan waktunya di luar rumah dengan bekerja. Dia sering ikut sejumlah halaqah, pengajian dengan sejumlah ulama di Cirebon.
Menurut Ghofur, Syarif sempat bergabung dengan Jamaah Tabligh. Ini adalah gerakan dakwah asal India. Dia aktif khuruj (dakwah keliling), dari satu masjid ke masjid lainnya di Cirebon. Dia mengajak jamaahnya mengikuti hidup gaya nabi, dari salat berjamaah di masjid, puasa Senin-Kamis, zikir, dan berdakwah.
Tapi belakangan Syarif kecewa. Gerakan ini hanya aktif menganjurkan kebaikan. Tapi lupa dengan nahi mungkar, mencegah kemungkaran. Bagi Syarif, mengajak orang ke hal baik saja tak cukup. Harus ada aksi mencegah kemungkaran.
Perubahan pandangan itu terjadi sekitar 2008. Pada suatu hari dia tak sengaja menendang orang sedang tiduran di Masjid At-Taqwa. Dia terlibat adu mulut, dan nyaris adu fisik. Dia lalu dipisahkan Andi Mulya, pengurus masjid itu.
Andi Mulya adalah Ketua Gapas (Gerakan Anti Pemurtadan dan Aliran Sesat) Cirebon yang juga aktivis FUI (Forum Ukhuwah Islamiyah). Andi Mulya menasehati Syarif. Andi mengenal Syarif sebagai pribadi temperamental. Bicaranya keras. “Dia suka cerita masalah keluarga, saya berpendapat dia broken home,” ujar Andi.
Lalu Andi mengajak Syarif lebih rajin hadir di pengajian Gapas dan FUI. Belakangan Syarif juga aktif di aksi massa organisasi itu. Dia seperti menemukan wadah. Baik Gapas maupun FUI, terkenal garang di Cirebon. Mereka kerap merazia tempat maksiat. Mereka juga menutup gereja tak berizin, dan menyerang Ahmadiyah.
Sumber VIVAnews.com di lingkungan organisasi itu mengatakan, dari gerakan itu pula pergaulan Syarif meluas. Dia berkenalan dengan para aktivis Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) Cirebon. JAT adalah ormas Islam pimpinan Abu Bakar Baasyir. Mereka ingin menegakan syariat Islam melalui jalan dakwah dan jihad.
Sejak itu, Syarif berubah. Ia berjubah. Ia juga bercelana panjang cingkrang, membiarkan mata kakinya terlihat. Syarif juga pernah menasehati ayah dan keluarganya, agar kembali kepada ajaran Allah dan mengikuti hukum Allah. Syarif menganggap Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah produk hukum orang kafir.
Abdul Ghofur pernah menasehati anaknya agar tak ekstrem. Tapi, sejak saat itu Syarif mulai berani menentang orang tuanya. Dia selalu menentang tiap kali diberi nasihat. “Omongannya keras. Saya nasehati, malah dia bilang saya kafir,” ujarnya.
Syarif pun kerap terlibat dalam sejumlah aksi demonstrasi. Pada 19 September 2010, dia menyerang, dan merusak tiga minimarket di Cirebon. Soalnya kedai serba ada itu menjual minuman keras. Dari lima tersangka dicokok polisi, salah satunya adalah Agung Nuar Alam. Agung adalah Ketua Jamaah Ansorut Tauhid (JAT) Cirebon. Agung dihukum lima bulan karena aksi itu. Syarif sendiri lolos.
Sesudah kejadian itu, Andi menyarankan Syarif ikut pengajian malam. Syarif mulai menurut, dan suka mengikuti pengajian. Terakhir, satu setengah tahun ini Syarif sudah tidak pernah terlihat di Gapas. “Dia bicaranya keras, ngeyel juga, kepada siapapun Syarif tidak nurut,” kata Andi.
Selain menyerang kedai serba ada itu, Syarif juga membunuh seorang tentara, Kopral Satu Sutejo, anggota Koramis Sumber. Peristiwa itu terjadi 2 April 2011, dua pekan sebelum Syarif melakukan aksi bom bunuh diri masjid Polres Cirebon itu.
Ketika itu Syarif bersama seorang temannya mampir di satu bangunan kosong, di daerah Sumber. Karena mencurigakan, anggota Koramil Sumber Sutedjo, bersama Ali seorang warga sipil, menegur keduanya. Sutedjo dan Syarif terlibat perang mulut. Sementara Itu, Ali berada di luar bersama teman Syarif.
Entah bagaimana, Syarif akhirnya menikam Sutedjo. Serdadu itu tewas dengan belasan luka tusuk di tubuh dan lehernya. Setelah menganiaya Sutedjo, Syarif dan temannya lalu memukul Ali. Lelaki itu terkapar pingsan. Syarif mengira Ali tewas. Dia lalu pergi.
Kapolda Jawa Barat Suparni Parto membenarkan Syarif membunuh Kopka Sutedjo. "Kira-kira begitu, Kita memang mendapatkan indikasi dari data yang ada," ujarnya. SIM Syarif juga tertinggal di lokasi pembunuhan.
***
Syarif menikah dengan Sri Maleha, Juli 2010. Mereka tinggal di Desa Penjalin Kidul, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Majalengka. Menurut istrinya, saat pamitan Syarif izin mencari uang. Sri tengah hamil sembilan bulan. “Katanya beberapa hari saja. Pas nanti lahiran mau pulang,” ujarnya.
Syarif pamit dua pekan sebelum bom meledak di Masjid Polresta Cirebon.
Ghofur bercerita, saat pernikahan Syarif, kawan-kawannya datang. Mereka berjubah dan berjengot. Tapi anehnya saat kyai membaca doa, para tamu itu tak ikut mengaminkan. Setelah acara pernikahan selesai, para sohib Syarif itu pamit.
“Mereka langsung pergi ke Ciamis. Katanya mau menghadiri tabligh akbar Abu Bakar Ba’asyir,” ujarnya. Ba’asyir adalah Amir Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), yang tengah diadili terkait pembiyaaan kamp latihan militer teroris di Aceh.
Dari perkenalan dengan Gapas dan JAT itulah diduga pandangan Syarif jadi lebih garang. Pada akhir 2009 Syarif pernah bilang kepada ayahnya "Nanti Syarif akan bikin kejutan buat bapak dan keluarga." Saat terjadi bom di masjid Polres Cirebon itu, Ghofur teringat ucapan anaknya dua tahun lalu.
Tapi, apakah yang menyebabkan Syarief nekad? Seorang tokoh gerakan Islam radikal dari Jawa barat, Asep Jaja, mengatakan ada perubahan strategi di kalangan pelaku jihad itu. “Semacam jihad fardiyah, atau jihad individu,” ujar jebolan kamp pelatihan militer di Mindanao. (Selengkapnya baca Wawancara Asep Jaja).
Maka, kini muncul kader seperti Syarif. Cara pembuatan bom juga disebar melalui internet. Misalnya tulisan “Make a Bomb in The Kitchen of Your Mom” pernah dimuat di majalah milik Al Qaidah yaitu Inspire edisi No.1, dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Tulisan ini menawarkan materi pembuatan bom. Begitu mudah, sederhana, tapi mematikan. (Baca juga: Meramu Bom Gaya “Open Source”).
Akan halnya Syarif, tak jelas apakah dia belajar itu semua lewat internet. Tapi ada fakta menarik. Sebelum beraksi, dia meninggalkan wasiat.
Juru bicara Mabes Polri, Kombes Boy Rafli Amar mengungkapkan, wasiat ditulis di halaman belakang buku tentang jihad. "Ditemukan di buku ‘Jihad di Asia Tengah (Perang Akhir Zaman)’," kata Boy. Buku itu ditulis Syekh Abu Mus'ab As Suri. Tokoh militan asal Suriah itu terkenal penggagas jihad individu.
Inti isi pesan Syarif adalah dia telah bersiap mati dalam aksi yang diyakininya sebagai jihad itu. Terdengar sedikit fatalis, Syarief menutup pesannya dengan kalimat: "Sungguh kehidupan dunia hanya menipu. Wassalam.”
Lalu Syarif pun meledakkan dirinya di masjid.(np)
0 komentar:
Posting Komentar