Mencari Kedamaian di Luang Prabang
Olenka Priyadarsani
Di tengah kesibukan kerja yang cukup menjemukan, saya memutuskan mengambil cuti beberapa hari dan terbang sendirian ke Luang Prabang di Laos. Terletak di bagian utara yang dilalui Sungai Mekong, kota ini merupakan salah satu situs warisan dunia UNESCO dan hanya didiami sekitar 100 ribu orang.
Bangunan bergaya Perancis yang menjadi kekhasan di Luang Prabang, Laos. Kredit foto: Olenka Priyadarsani
Setelah menempuh dua jam penerbangan dari Bangkok, Thailand, saya pun sampai di Bandara Luang Prabang. Ini bandara internasional paling kecil yang pernah saya singgahi. Melayani penerbangan dari Kamboja, Thailand, dan Vietnam, bandara ini bahkan tidak dilengkapi ban berjalan!
Tetapi petugas imigrasi di sini sangat ramah. Ia bertugas sambil tersenyum dan mengajak saya bercakap-cakap. Tampaknya ia heran karena jarang sekali ada turis Indonesia, apalagi seorang perempuan, bepergian sendirian.
Laos memberlakukan visa kedatangan (visa on arrival) terhadap sebagian besar negara di dunia, termasuk negara ASEAN. Pengunjung dari Indonesia akan dikenakan biaya $ 20 dengan tambahan $ 1 apabila tidak membawa foto.
Bandara Luang Prabang terletak di bagian utara kota, hanya 20 menit perjalanan dari jalan utama Sisavangvong. Tersedia taksi atau tuktuk yang siap mengantar Anda ke kota yang sama sekali terbebas dari kemacetan ini.
Sepanjang jalan dari bandara, saya melewati beberapa kuil Buddha (wat) yang mendominasi, serta bangunan bergaya Perancis yang jadi ciri khas Luang Prabang.
Di Jl. Sisavangvong, terdapat jajaran penginapan dengan tarif bervariasi antara $ 15 hingga $ 50, tergantung fasilitas. Di jalan ini juga terdapat banyak restoran, toko kelontong, warung Internet, agen penukaran uang, serta agen perjalanan. Selain mata uang resmi kip, dolar Amerika dan baht Thailand merupakan mata uang yang umum digunakan.
Saya sendiri memilih tempat menginap yang lebih sepi di luar jalan utama, dengan pemandangan menghadap Sungai Mekong. Alhasil, saya dapat duduk di beranda, menyesap kopi Laos sembari menikmati pemandangan sekaligus mempersiapkan diri untuk mengunjungi objek wisata di Luang Prabang.
Terletak sekitar 29 km dari pusat kota, inilah objek wisata yang paling indah diabadikan, dan wajib dikunjungi. Air terjun bertingkat-tingkat jatuh di di jajaran kolam yang berwarna kehijauan. Anda bisa berenang di beberapa tempat yang dangkal.
Air terjun Kuang Xi di Luang Prabang, Laos. Kredit foto: Olenka Priyadarsani
Pada pagi hari, daerah dekat kolam sangat licin (apalagi pada musim hujan). Gunakanlah sandal gunung atau bahkan bertelanjang kaki saja sekalian. Saya yakin Anda tidak akan puas berjalan-jalan untuk mengambil gambar.
Di luar kompleks air terjun terdapat toko-toko yang menjual suvenir, kerajinan tangan dan makanan kecil. Bila Anda bepergian dalam rombongan, Anda akan lebih berhemat karena dapat membagi ongkos tuktuk. Perjalanan pulang balik ke Kuang Xi akan menghabiskan $ 14, namun jangan lupa tawarlah sebelumnya.
Disebut juga Gua Buddha, gua ini berada sekitar satu jam perjalanan darat atau sekitar setengah jam dengan perahu melalui Sungai Mekong. Gua ini terdiri dari dua bagian; atas dan bawah. Gua bagian bawah merupakan jalan masuk, sementara gua atas berada di puncak bukit. Anda harus memanjat ke atas (cukup curam) namun hasilnya pun sepadan. Karena di atas sana gelap, Anda harus mempergunakan senter atau obor.
Penduduk desa Luang Prabang, Laos. Kredit foto: Olenka Priyadarsani
Phou Si berada di tengah kota Luang Prabang. Ini adalah sebuah bukit landai tempat Anda bisa melihat pemandangan seluruh kota. Pilihlah waktu matahari terbit atau tenggelam sehingga pemandangan yang Anda dapatkan terlihat lebih indah. Harga tiket masuk 20.000 kip.
Pasar malam berlangsung setiap malam di sepanjang Jl. Sisavangvong hingga ke Phou Si. Di sini tersedia oleh-oleh mulai dari sutra, kaus, kemeja tradisional, seprai, taplak, tas dan sebagainya. Sebelum membeli, ada baiknya memastikan dulu barang-barang tersebut bukan buatan Thailand. Supaya tidak rugi, periksalah nilai tukar dolar atau baht jika Anda hendak membayar dalam mata uang itu.
Upacara ini dilakukan setiap pagi ketika matahari terbit. Pada saat itu para penduduk desa berlutut untuk memberikan sedekah kepada para biksu. Bila ingin, Anda bisa ikut serta memberikan makanan atau buah. Namun demikian, bila Anda hendak mengambil foto, sebaiknya lakukan dari kejauhan agar tidak mengganggu acara tersebut.
Upacara pemberian sedekah pada biksu di Luang Prabang, Laos. Kredit foto: AP/Lind Ehrichs
Walau hanya menginap tiga malam di Luang Prabang, saya merasa kota ini sangat mengesankan. Perpaduan antara keindahan alam, suasana pedesaan dan budaya yang melekat pada masyarakatnya sangat menarik.
Oh, hampir lupa, makanan utama penduduk Laos sehari-hari adalah ketan. Berlawanan dengan kita, mereka memakan ketan dengan lauk pauk untuk makan sehari-hari, sementara nasi hanya sebagai cemilan. Karena itu jangan kaget bila Anda disuguhi ketan berlauk ikan atau ayam, ya!
Di tengah kesibukan kerja yang cukup menjemukan, saya memutuskan mengambil cuti beberapa hari dan terbang sendirian ke Luang Prabang di Laos. Terletak di bagian utara yang dilalui Sungai Mekong, kota ini merupakan salah satu situs warisan dunia UNESCO dan hanya didiami sekitar 100 ribu orang.
Bangunan bergaya Perancis yang menjadi kekhasan di Luang Prabang, Laos. Kredit foto: Olenka Priyadarsani
Setelah menempuh dua jam penerbangan dari Bangkok, Thailand, saya pun sampai di Bandara Luang Prabang. Ini bandara internasional paling kecil yang pernah saya singgahi. Melayani penerbangan dari Kamboja, Thailand, dan Vietnam, bandara ini bahkan tidak dilengkapi ban berjalan!
Tetapi petugas imigrasi di sini sangat ramah. Ia bertugas sambil tersenyum dan mengajak saya bercakap-cakap. Tampaknya ia heran karena jarang sekali ada turis Indonesia, apalagi seorang perempuan, bepergian sendirian.
Laos memberlakukan visa kedatangan (visa on arrival) terhadap sebagian besar negara di dunia, termasuk negara ASEAN. Pengunjung dari Indonesia akan dikenakan biaya $ 20 dengan tambahan $ 1 apabila tidak membawa foto.
Bandara Luang Prabang terletak di bagian utara kota, hanya 20 menit perjalanan dari jalan utama Sisavangvong. Tersedia taksi atau tuktuk yang siap mengantar Anda ke kota yang sama sekali terbebas dari kemacetan ini.
Sepanjang jalan dari bandara, saya melewati beberapa kuil Buddha (wat) yang mendominasi, serta bangunan bergaya Perancis yang jadi ciri khas Luang Prabang.
Di Jl. Sisavangvong, terdapat jajaran penginapan dengan tarif bervariasi antara $ 15 hingga $ 50, tergantung fasilitas. Di jalan ini juga terdapat banyak restoran, toko kelontong, warung Internet, agen penukaran uang, serta agen perjalanan. Selain mata uang resmi kip, dolar Amerika dan baht Thailand merupakan mata uang yang umum digunakan.
Saya sendiri memilih tempat menginap yang lebih sepi di luar jalan utama, dengan pemandangan menghadap Sungai Mekong. Alhasil, saya dapat duduk di beranda, menyesap kopi Laos sembari menikmati pemandangan sekaligus mempersiapkan diri untuk mengunjungi objek wisata di Luang Prabang.
Air terjun Kuang Xi
Terletak sekitar 29 km dari pusat kota, inilah objek wisata yang paling indah diabadikan, dan wajib dikunjungi. Air terjun bertingkat-tingkat jatuh di di jajaran kolam yang berwarna kehijauan. Anda bisa berenang di beberapa tempat yang dangkal.
Air terjun Kuang Xi di Luang Prabang, Laos. Kredit foto: Olenka Priyadarsani
Pada pagi hari, daerah dekat kolam sangat licin (apalagi pada musim hujan). Gunakanlah sandal gunung atau bahkan bertelanjang kaki saja sekalian. Saya yakin Anda tidak akan puas berjalan-jalan untuk mengambil gambar.
Di luar kompleks air terjun terdapat toko-toko yang menjual suvenir, kerajinan tangan dan makanan kecil. Bila Anda bepergian dalam rombongan, Anda akan lebih berhemat karena dapat membagi ongkos tuktuk. Perjalanan pulang balik ke Kuang Xi akan menghabiskan $ 14, namun jangan lupa tawarlah sebelumnya.
Gua Park Ou
Disebut juga Gua Buddha, gua ini berada sekitar satu jam perjalanan darat atau sekitar setengah jam dengan perahu melalui Sungai Mekong. Gua ini terdiri dari dua bagian; atas dan bawah. Gua bagian bawah merupakan jalan masuk, sementara gua atas berada di puncak bukit. Anda harus memanjat ke atas (cukup curam) namun hasilnya pun sepadan. Karena di atas sana gelap, Anda harus mempergunakan senter atau obor.
Penduduk desa Luang Prabang, Laos. Kredit foto: Olenka Priyadarsani
Phou Si
Phou Si berada di tengah kota Luang Prabang. Ini adalah sebuah bukit landai tempat Anda bisa melihat pemandangan seluruh kota. Pilihlah waktu matahari terbit atau tenggelam sehingga pemandangan yang Anda dapatkan terlihat lebih indah. Harga tiket masuk 20.000 kip.
Pasar malam
Pasar malam berlangsung setiap malam di sepanjang Jl. Sisavangvong hingga ke Phou Si. Di sini tersedia oleh-oleh mulai dari sutra, kaus, kemeja tradisional, seprai, taplak, tas dan sebagainya. Sebelum membeli, ada baiknya memastikan dulu barang-barang tersebut bukan buatan Thailand. Supaya tidak rugi, periksalah nilai tukar dolar atau baht jika Anda hendak membayar dalam mata uang itu.
Upacara sedekah biksu
Upacara ini dilakukan setiap pagi ketika matahari terbit. Pada saat itu para penduduk desa berlutut untuk memberikan sedekah kepada para biksu. Bila ingin, Anda bisa ikut serta memberikan makanan atau buah. Namun demikian, bila Anda hendak mengambil foto, sebaiknya lakukan dari kejauhan agar tidak mengganggu acara tersebut.
Upacara pemberian sedekah pada biksu di Luang Prabang, Laos. Kredit foto: AP/Lind Ehrichs
Walau hanya menginap tiga malam di Luang Prabang, saya merasa kota ini sangat mengesankan. Perpaduan antara keindahan alam, suasana pedesaan dan budaya yang melekat pada masyarakatnya sangat menarik.
Oh, hampir lupa, makanan utama penduduk Laos sehari-hari adalah ketan. Berlawanan dengan kita, mereka memakan ketan dengan lauk pauk untuk makan sehari-hari, sementara nasi hanya sebagai cemilan. Karena itu jangan kaget bila Anda disuguhi ketan berlauk ikan atau ayam, ya!
0 komentar:
Posting Komentar