Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?
Iklan
Kunjungi Sponsor Kami
Terimakasih
Semoga Artikel Bisa Bermanfaat
[x]

Berburu Jajanan Tradisional di Kampoeng Tempo Doeloe

Written By admin on Selasa, 31 Mei 2011 | 08.08

kampoeng-tempo-doeloe-rere

Suasana Kampoeng Tempo Doeloe (Rere/BI)

DI tengah maraknya perkembangan restoran cepat saji dan konsumsi fast food yang meningkat, bagaimana nasib kuliner tradisional?

Jakarta Fashion and Food Festival (JFFF) 2011, mencoba menyelamatkan koleksi jajanan tradisional nusantara melalui Kampoeng Tempo Doeloe. La Piazza Kelapa Gading, Jakarta Utara, disulap menjadi area food court dengan nuansa pasar malam yang menyediakan beragam jajanan tradisional yang kini mulai sulit didapat.

Es selendang mayang, soto ranjau, kerak telor, dan tahu gejrot hanya sedikit dari segudang pilihan kudapan yang dapat Anda pilih. Namun bukan hanya pilihan kulinernya saja yang membuat festival kuliner ini dinamai Kampoeng Tempo Doeloe.

Barisan kios dari bilik dan atap rumbia serta panggung rakyat yang memutar film-film jaman baheula melalui layar tancap, semakin menggiring Anda ke suasana Jakarta tempo doeloe.

Dalam kegiatan transaksi, Anda pun tak diperbolehkan menggunakan uang yang lazimnya digunakan sehari-hari. Kampoeng Tempo Doeloe memproduksi mata uang tersendiri yang bisa Anda dapatkan di beberapa loket penukaran. Nilai kursnya Rp.1000 untuk mata uang nominal 1 Roepiah alias een Gulden. Jika “uang-uangan” Anda masih bersisa, Anda dapat menukarnya kembali dengan mata uang Rupiah pada para petugas di loket.

Barisan-kios-dari-bilik-bambu-yang-menjual-berbagai-jajanan-tradisional

Barisan kios dari bilik bambu yang menjual berbagai jajanan tradisional (Rere/BI)

Keberadaan Kampoeng Tempo Doeloe tak hanya memanjakan lidah para pengunjungnya. Para pedagang kudapan tradisional pun dapat menggenjot omset penjualannya semaksimal mungkin. Salah satunya seperti yang dirasakan Mustafa, penjual kerak telor yang ikut mengisi bilik kios di Kampoeng Tempo Doeloe.

“Biasanya saya jualan di Makro,” ujar Mustafa sambil mengarahkan telunjuknya ke samping, ke arah lokasi berjualannya berada.

“Di Makro, saya cuma dapat 600-700 ribu sehari. Kalau di sini sehari bisa 2 juta,” ungkapnya.

Diakui Mustafa, omset yang melonjak sanggup mendorong perkembangan usaha keluarga yang dijalaninya sejak ia masih kecil. Inilah alasannya mengapa keluarga Mustafa masih aktif berjualan di Kampoeng Tempo Doeloe sejak pertama kali program ini terselenggara, 8 tahun lalu.

“Saya tetap ingin jadi penjual kerak telor, walaupun… yah, banyak yang lebih suka ‘makanan kota’. Sudah tradisi keluarga sejak kecil, sih,” tuturnya sambil melirik ayahnya, Kamal, yang sibuk mengolah kerak telor di wajan.

Dalam sambutannya di malam pembukaan JFFF 2011, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menyatakan keinginannya untuk menjadikan JFFF sebagai ajang wisata tahunan yang dapat memperkenalkan budaya asli bangsa. Hasilnya, tak hanya warga Jakarta saja yang tertarik berkunjung dalam event ini. Karl, seorang warga negara Kanada nampak menikmati berbagai variasi kuliner di Kampoeng Tempo Doeloe.

“Makanan Indonesia sangat banyak, saya sampai bingung. Saya sudah coba bakso dan es pudding,” ungkap lelaki yang datang bersama istri dan seorang anaknya ini.

Seperti apa es pudding yang disantap Karl? Hmmm… rupanya yang Karl maksud ialah es podeng, yang dijual seharga 8 Roepiah dengan campuran agar-agar, alpukat, dan susu kental manis.

Kampoeng Tempo Doeloe berlangsung pada 14 – 29 Mei dengan puluhan menu yang masing-masing hanya tersedia di satu kios saja. Siap-siap makan berdiri ya, karena bangku-bangku yang disediakan selalu penuh setiap hari.

(Reny-Hangat-news)

0 komentar:

Posting Komentar